JAKARTA, iNews.id - Penyandang strabismus atau dikenal dengan istilah mata juling di dunia diperkirakan mencapai 1,93 persen. Artinya, sebanyak 148 juta orang di seluruh dunia menyandang mata juling.
Mata juling terjadi karena terganggu atau lemahnya kontrol otak terhadap otot mata, sehingga bola mata tidak berada pada posisi yang sejajar satu sama lain (neuromuscular weakness). Penyandang mata juling umumnya mengeluhkan pandangan kabur, penglihatan ganda, sakit kepala, dan kelelahan dalam proses belajar atau bekerja.
Baca Juga
5 Gejala Awal Penyakit Liver, Salah Satunya Bisa Muncul di Mata
Bukan hanya mengganggu fungsi penglihatan, strabismus bisa memberi imbas yang lebih besar. Penyandangnya rentan mengalami tekanan mental sehingga kualitas hidup mereka turut terdampak.
“Masyarakat masih melihat penyandang strabismus sebagai kelompok yang berbeda lantaran posisi bola mata yang tidak sejajar. Akibat stigma yang keliru tersebut, penyandang mata juling sangat riskan mendapatkan tekanan sosial, dari prasangka, kesalahpahaman, sampai perlakuan negatif," ujar dr Gusti G Suardana, dokter subspesialis konsultan Strabismus JEC Eye Hospitals and Clinics, sekaligus Ketua Servis Pediatric Ophthalmology and Strabismus JEC Eye Hospitals & Clinics, dalam keterangan pers dilansir Minggu (18/11/2024).
Baca Juga
Jangan Sepelekan Gangguan Mata, Segera Deteksi Dini Cegah Kebutaan karena Katarak
"Efek mata juling tidak berhenti pada terganggunya penglihatan. Kualitas hidup mereka pun menurun sebab kepercayaan diri yang terusik dan interaksi sosial terbatas,” katanya.
Dokter Gusti G Suardana menjelaskan khusus pada anak, strabismus berisiko memengaruhi perkembangan fungsi penglihatan. Bahkan, tanpa penanganan yang tepat, anak penyandang mata juling bisa berisiko terkena mata malas (ambliopia) dan gangguan perkembangan binokularitas, yakni gangguan pada pembentukan kemampuan penglihatan tiga dimensi (binokular).
Baca Juga
Nunung Jalani Operasi Mata usai Pulih dari Kanker, Suami: Sabar Ya Sayang
Sebuah temuan menyebut penyandang strabismus berpotensi terserang gangguan mental 10 persen lebih tinggi. Lebih jauh, penyandang strabismus berpotensi mengalami gangguan psikologis yang lebih mengkhawatirkan, seperti depresi, ansietas, fobia sosial, keinginan bunuh diri, hingga skizofrenia.