JAKARTA, iNews.id - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto mengungkapkan potensi bencana megathrust yang mungkin akan terjadi di wilayah Sumatera Barat (Sumbar).
Menanggapi potensi bencana tersebut, pemerintah terus berupaya meningkatkan kemampuan masyarakat dengan cara melakukan simulasi evakuasi secara berulang di tempat-tempat yang berpotensi.

Baca Juga
BMKG Ungkap Gempa Bayah Magnitudo 5,2 Termasuk Megathrust Event
“Terkait itu sudah dilakukan simulasi kedaruratan, di Mentawai ketika ada gempa dan tsunami waktu menyelamatkan diri hanya 7 menit. Untuk Kota Padang sekitar 20 sampai 25 menit. Ini perlu dilatih kepada masyarakat, jadi masyarakat tahu ketika ada informasi bencana harus lari ke tempat aman,” kata Suharyanto dalam keterangan resminya, Jumat (9/5/2025).
Dia mengungkapkan, ada tiga zona megathrust di Sumatera Barat, zona megathrust Nias tahun 1861 dan 2005 sudah terjadi gempa, zona megathrust Pagai Selatan pada tahun 1833 dan 2007, dan zona megathrust Mentawai tahun 1797 sampai sekarang belum lepas.

Baca Juga
Kepala BMKG soal Prediksi Gempa Megathrust di Indonesia: Wallahualam, Kita Harus Siap
Dia mengatakan, megathrust diperkirakan berdampak pada tiga lokasi. Yakni, Bandara Internasional Minangkabau, permukiman dan sungai serta pelabuhan karena posisinya lebih rendah daripada laut.
“Kawasan bandara, runwaynya hanya berjarak 400 meter dari bibir pantai, dengan potensi tergenang 3 meter,” tuturnya.
Langkah yang selanjutnya untuk mengurangi dampak akibat tsunami ialah dengan membuat sempadan pantai yang berisikan pohon-pohon sehingga bisa mereduksi tinggi gelombang dan juga arus tsunami sebelum menyentuh bandara.
“Ke depan kita bahu membahu, dipinggir menjadi kawasan hutan pantai yang dibuat untuk menjadi pelindung bandara internasional Minangkabau,” ungkapnya.
Tempat terdampak selanjutnya ialah pantai-pantai di Kota Padang memiliki bebatuan yang bisa saja menjadi faktor lain yang dapat memperparah dengan terbawa gelombang tsunami.
“Saat ini bibir pantai di Kota Padang, diperkuat dengan batu-batu. Untuk kondisi normal baik mencegah abrasi pantai tetapi ketika terjadi tsunami, bisa menjadi peluru karena akan terpental langsung menuju ke pemukiman menghantam rumah-rumah,” katanya.
Editor: Kastolani Marzuki