Kenaikan PPN Jadi 12 Persen Dinilai Dapat Picu Pemangkasan Tenaga Kerja di Industri Tembakau

4 weeks ago 13

JAKARTA, iNews.id - Rencana pemerintah untuk meningkatkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025 dikhawatirkan memicu pemangkasan tenaga kerja, termasuk di industri hasil tembakau (IHT). Sebab, di tengah pelambatan ekonomi, terjadi penurunan daya beli masyarakat dan diikuti kenaikan biaya produksi berdampak secara langsung pada operasional industri.

Pemerhati Ekosistem Tembakau Indonesia, Hananto Wibisono menuturkan, kenaikan PPN menjadi 12 persen pasti akan berdampak pada biaya produksi. Peningkatan biaya sangat berpotensi besar memicu kenaikan harga produk akhir, sebab PPN yang lebih tinggi akan meningkatkan biaya bahan baku yang dibeli oleh produsen. 

Duh! Kenaikan PPN 12 Persen jadi Kabar Buruk bagi Gen Z, Kok Bisa?

Baca Juga

Duh! Kenaikan PPN 12 Persen jadi Kabar Buruk bagi Gen Z, Kok Bisa?

"Selain bahan baku, semua proses produksi juga akan terkena dampak dari kenaikan PPN, termasuk biaya operasional seperti energi, transportasi, dan lainnya,” ucap Hananto dalam keterangannya dikutip, Kamis (5/12/2024).

Kenaikan PPN juga akan diikuti dengan kenaikan tarif PPN atas penyerahan rokok yang juga naik menjadi 10,7 persen dari yang sebelumnya 9,9 persen. Jika dibiarkan, orang pun berpotensi beralih menggunakan rokok ilegal yang semakin mengancam situasi buruh, petani, serta semua yang terlibat dalam IHT dengan adanya bayang-bayang perpindahan konsumsi yang tergambar dalam penurunan daya beli terhadap produk legal.

Staf Ahli Kemenkeu Pastikan PPN 12 Persen Tetap Berlaku Mulai Januari 2025

Baca Juga

Staf Ahli Kemenkeu Pastikan PPN 12 Persen Tetap Berlaku Mulai Januari 2025

Adapun saat ini pendapatan negara dari cukai IHT mencapai Rp213 triliun dengan rantai ekonomi yang melibatkan lebih dari enam juta orang. Jika tidak berhati-hati, dampak negatifnya dapat menyebabkan sendi-sendi perekonomian tertatih-tatih untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan 8 persen.

“Produsen berpotensi menaikkan harga jual produknya, meskipun ini berisiko terhadap serapan pasar. Jika harga jual naik, permintaan berpotensi menurun yang berpengaruh pada penjualan dan laba perusahaan. Jika penurunan permintaan dan keuntungan signifikan, produsen terpaksa mengambil langkah ekstrem seperti PHK untuk mengurangi biaya operasional,” katanya.

Read Entire Article
Kabar Jateng | InewS | | |