JAKARTA, iNews.id - Pemerintah memberlakukan kebijakan meningkatkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) kepada pelaku industri agar industri dalam negeri berkembang dan Indonesia tidak dibanjiri produk impor. Namun, Presiden Prabowo Subianto memunculkan wacana untuk melonggarkan TKDN.
Ini membuat pro dan kontra mengingat banyak pelaku industri otomotif yang telah menanamkan modalnya memproduksi kendaraan di dalam negeri dengan TKDN tinggi. Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) khawatir jika TKDN dilonggarkan industri otomotif Tanah Air bisa hancur karena dibanjiri impor.
Namun berbeda dengan Perkumpulan Industri Kendaraan Listrik Indonesia (Periklindo). Ketua Umum Periklindo Moeldoko berharap aturan TKDN bisa lebih fleksibel dengan harapan dapat mendorong laju investasi dan proyek strategis. Terutama pada sektor-sektor yang membutuhkan teknologi canggih, seperti di segmen mobil listrik.

Baca Juga
TKDN Dilonggarkan Kendaraan Impor Serbu Indonesia, Gaikindo: Industri Otomotif Bisa Hancur
"Sepanjang kita belum memiliki teknologi yang mumpuni untuk mengisi itu, maka dipertimbangkan untuk bisa menggunakan barang dari luar," ujar Moeldoko saat ditemui di Jakarta Pusat, Selasa (22/4/2025).
Moeldoko memberi gambaran saat dirinya menjabat sebagai kepala staf kepresidenan, pernah mendapati sebuah perusahaan yang bersinggungan dengan kebijakan TKDN. Ini menghambat investasi yang dilakukan perusahaan tersebut.

Baca Juga
Prabowo Instruksikan Aturan TKDN Dibuat: Niatnya Nasionalisme Tapi Harus Realistis
"Ada direktur utama di energi panas bumi, terbentur dengan TKDN. Karena itu penuh dengan high technology. Begitu dipersyaratkan dengan TKDN yang kuat, maka ini menyulitkan sehingga proyek itu stagnan," ujarnya.
Moeldoko turut menanggapi adanya isu kuota impor yang akan dihilangkan. Menurutnya, tidak semua barang dapat diberlakukan dengan kebijakan yang sama. Dia memberi contoh bawang merah dan kedelai yang jumlahnya tidak perlu dibatasi.

Baca Juga
Kebijakan TKDN Disebut Jadi Hambatan untuk Investor Asing, Begini Tanggapan Kemenperin
"Itu sepenuhnya impor, hampir sepenuhnya impor. Begitu ada kuota, di situ justru terjadi permainan. Tapi kalau itu dibebaskan ke market, market yang mekanisme pasar, maka itu menjadi mereka yang bersaing. Para importir yang bersaing, masyarakat yang menikmati," katanya.