Semarang, Infojateng.id – Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi mendukung program Badam Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) untuk menjadikan wilayahnya sebagai contoh provinsi mandiri pangan dan energi.
Cara pertama melalui inovasi produksi Padi Biosalin di pesisir yang merupakan lahan marjinal sulit ditanami.
Kemudian yang kedua, inovasi bahan bakar alternatif dari pengolahan sampah plastik yakni Pentasol. Kedua program BRIN itu sudah berjalan.
“Terimakasih telah memberikan kerja tematik di Jateng, di antaranya pengelolaan sampah (plastik) menjadi bahan bakar cair Pentasol. Kemudian ada daerah pesisir yang harusnya gabisa ditanami padi karena airnya payau kini sudah bisa ditanami,” kata Luthfi saat menerima audiensi BRIN di kantor Gubernur Jateng, Senin (5/5/2025).
Pihaknya memerintahkan, agar Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, segera terlibat dalam riset tersebut.
Dengan begitu, diharapkan produksi beras Jateng bisa meningkat untuk menunjang ketahanan pangan wilayah dan nasional.
“Jadi gak usah banyak izin-izin. Karena (peneliti BRIN) yang dari Jakarta itu yang datang profesor semua jadi langsung jalankan. Yang penting sampahnya clear, produksi berasnya meningkat,” ucap gubernur.
Anggota Dewan Pengarah BRIN, Tri Mumpuni, menerangkan, kekuatan hasil semua riset pusat dan daerah yakni dukungan dari pemerintah kabupaten/kota pada level implementasi.
“Jauh lebih penting, dari Pemprov Jateng pada level regulasi dan koordinasi,” kata Tri.
Untuk itu, pihaknya menyampaikan gambaran ke Pemprov Jateng, supaya memberikan kekuatan hukum dalam implementasi hasil riset dan inovasi tersebut di lapangan.
“Kita keroyok Jateng agar jadi contoh provinsi kecukupan pangan dan energi,” ucapnya.
Sementara itu, Peneliti Ahli Utama di Organisasi Riset (OR) Energi Manufaktur BRIN, Tri Martini Patria memerinci, bila inovasi Padi Biosalin dan Pentasol merupakan hal yang dibutuhkan petani dan nelayan untuk produksi pangan.
Dia berharap, penanaman Padi Biosalin di lahan air payau marjinal dapat mendongkrak produksi beras ataupun gabah.
Kemudian Pentasol digunakan untuk energi alternatif dalam menjalankan alat pertanian bermesin diesel seperti traktor, dan pompa air.
Bahkan juga bisa dimanfaatkan oleh nelayan untuk mengoperasikan mesin perahunya.
Adapun potensi lahan marjinal di pesisir Jateng yang berpotensi dieksplorasi penanaman Padi Biosalin seluas 15 ribu hektar.
“Yang baru dieksplorasi sekira 500 hektar,” kata Martini.
Dari benih Padi Biosalin 1 dan 2, dia bilang, estimasi produksi gabah kering bisa maksimal 9-10 ton per hektar sesuai deskripsi di SK Kementerian.
Akan tetapi karena memang penanamannya memanfaatkan lahan marjinal, meskipun angkanya di bawah itu tetap masih bagus.
“Terakhir kami panen 6,9 ton gabah kering per hektar. Percontohannya di Kota Semarang,” ucapnya.
Dua varietas padi yang tahan air payau itu, lanjut Martini, sedang fokus diperbanyak jumlahnya oleh BRIN. Adapun saat ini, sudah bisa ditanam di Kabupaten Brebes, Cilacap, dan Jepara.
Sementara untuk produksi Pentasol terdapat percontohan juga di Kota Semarang. Di mana sudah diujicoba untuk mesin perahu nelayan.
Martini megatakan, melalui Peraturan Wali Kota Semarang Nomor 7 Tahun 2025, menjadi payung hukum pemanfaatan pengolahan sampah plastik untuk dipakai jadi bahan bakar alternatif. Ini juga bisa digunakan untuk alat transportasi milik pemerintah daerah.
Dalam produksinya, kata dia, 1 kg sampah plastik bisa menghasilkan 85-90 persen bahan bakar altetnatif setara dexlite.
“Harga masih riset Rp6 -7 ribu perliter. Kalau di Banjarnegara uji mutu sudah keluar mereka mematok harga Rp9 ribu. Akan tetapi inovasi ini bukan semata untuk berjualan, namun mengatasi sampah plastik di lingkungan. Bonusnya jualan minyak (Pentasol),” tandasnya. (eko/redaksi)