JAKARTA, iNews.id - Makna Idul Fitri menurut Al Quran dan hadits bagi umat Islam yakni bersyukur atas sempurnanya ibadah puasa yang dijalani hingga kembali ke fitrahnya semula (Idul Fitri).
Wakil Katib PWNU Jabar, KH Kurnali Sobandi menjelaskan, Idul Fitri merupakan hari raya bagi umat Islam. Maknanya yaitu merayakan kegembiraan atas sempurnanya ibadah puasa satu bulan penuh yakni Bulan Ramadhan.

Baca Juga
Apa Bacaan 7 Takbir Salat Idulfitri? Simak Panduannya!
Kegembiraan di hari raya Idul Fitri setelah sempurnanya ibadah puasa sebulan penuh selama Ramadhan adalah dikarenakan pada hari itu Allah kembali mengunjungi hambanya dengan membawa kebaikan dan kegembiraan dengan diampuninya dosa-dosa, sehingga kita benar-benar kembali kepada fitrah Islamiyah, itulah sebabnya disebut hari raya Idul Fitri.
Untuk mengungkapkan rasa gembira, suka cita maka disunnahkan pada hari raya Idul Fitri dengan ungkapan tahni’ah (ucapan selamat) dan musafahah (salaman).
Baca Juga
Ucapan Minal Aidin Wal Faizin di Hari Raya Idul Fitri, Arti, Hukum,
Makna Idul Fitri Menurut Al Quran dan Hadits
Melansir laman Kementerian Agama, secara harfiah, Idul Fitri berarti kembali kepada kesucian. Allah berfirman dalam Al-Qur’an: "Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah (tetaplah atas) fitrah Allah yang menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya." (QS. Ar-Ruum: 30).
Para ulama menafsirkan ayat ini sebagai seruan agar manusia kembali pada aturan agama. Fitrah manusia adalah kecenderungan untuk berpegang pada ajaran tauhid. Oleh karena itu, Idul Fitri bukan sekadar perayaan, melainkan momen refleksi sejauh mana kita telah menjaga kesucian hati dan iman yang diperoleh selama Ramadan.
Ironisnya, makna Idul Fitri kerap mengalami pergeseran seiring waktu. Beberapa fenomena yang mencerminkan penyimpangan dari makna sejatinya antara lain:
Pertama, merasa merdeka setelah Ramadan berakhir. Banyak yang melihat Ramadan sebagai “penjara” yang mengekang kebebasan. Begitu Syawal tiba, mereka seakan terbebas dari belenggu, merayakannya dengan pesta pora tanpa kendali. Fenomena ini telah diingatkan dalam Al-Qur’an:
"Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahanam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah)." (QS. Al-A’raf: 179).