BEIJING, iNews.id - Pendiri sekaligus Ketua produsen air minum kemasan Nongfu Spring, Zhong Shanshan menjadi orang terkaya di China. Nongfu Spring mengklaim sebagai produsen air minum terbesar di negara tersebut, berdasarkan pangsa pasar.
Meski begitu, perusahaan tersebut dibanjiri sejumlah masalah, termasuk serangan di dunia maya dan perang harga di pasar air minum kemasan China.
Baca Juga
Daftar Presiden Amerika Serikat Terkaya Sepanjang Masa, Nomor 1 Donald Trump
Melansir Forbes, saham Nongfu Spring anjlok 28 persen pada tahun lalu, yang mengakibatkan kekayaan pendirinya, Zhong Shanshan menguap sebesar 9,3 miliar dolar AS menjadi 50,8 miliar dolar AS atau setara Rp792,08 triliun. Meski demikian, dia mempertahankan posisinya sebagai orang terkaya di China.
Masalah tersebut bermula pada bulan Februari ketika Zong Qinghou, pendiri produsen minuman Hangzhou Wahaha Group dan mantan mitra bisnis Zhong, meninggal dunia.
Baca Juga
Daftar 10 Miliarder Kripto di Dunia, Nomor 1 Hartanya Tembus Rp967 Triliun
Warganet China melontarkan serangkaian tuduhan terhadap Zhong, yang pernah menjadi distributor Wahaha dan kemudian memulai bisnis saingan. Mereka meluncurkan kampanye boikot terhadap Nongfu Spring dan mempertanyakan patriotisme Zhong.
Sementara itu, Ketua Tencent Holdings, Ma Huateng berhasil menambahkan kekayaannya sebesar 14,7 miliar dolar AS sehingga kekayaannya menjadi 46,8 miliar dolar AS atau setara Rp729,71 triliun dan naik dua peringkat ke posisi kedua orang terkaya di China.
Baca Juga
Jeff Bezos Jual Saham Amazon Senilai Rp47,55 Triliun, Pertahankan Posisi Orang Terkaya Kedua di Dunia
Saham raksasa Tencent itu melonjak 49 persen selama setahun terakhir karena pendapatan yang lebih tinggi dari gim daring, layanan streaming, dan iklan.
Di urutan ketiga, salah satu pendiri ByteDance, Zhang Yiming turun ke peringkat ketiga orang terkaya di China meskipun berhasil meningkatkan kekayaan bersihnya sebesar 5 persen menjadi 45,6 miliar dolar AS atau setara Rp711 triliun.
Pemilik TikTok terus menghadapi tantangan regulasi di luar negeri, di mana pada bulan Mei ByteDance menggugat pemerintah AS untuk membatalkan undang-undang yang mewajibkannya menjual aplikasi video pendek itu atau menghadapi larangan nasional.