WASHINGTON, iNews.id - Kasus yang menjerat Donald Trump masih menjadi pertanyaan besar, apakah akan dilanjutkan atau ditangguhkan setidaknya sampai 4 tahun jabatannya. Berdasarkan kebijakan Departemen Kehakiman AS yang berlaku sejak 1970-an, seorang presiden yang sedang menjabat tidak bisa dituntut pidana.
Selain itu Mahkamah Agung AS pada Juli lalu memberikan kekebalan hukum terhadap presiden yang menjabat.
Baca Juga
Menang Pilpres AS, Donald Trump Ajak Seluruh Pihak Bersatu
Jaksa federal mengatakan sedang bergulat dengan kondisi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Seorang presiden terpilih AS terjerat kasus hukum menjelang pelantikannya.
Hakim Distrik AS di Washngton DC Tanya Chutkan setuju untuk mengesampingkan tenggat waktu yang tertunda terkait kasus subversi Pilpres AS 2020 yang melibatkan Trump.
Baca Juga
Dampak Kemenangan Trump dalam Pilpres Amerika, Ini Peringatan Pakar China
Chutkan menyetujui permintaan penasihat khusus Jack Smith, pihak yang menuntut kasus pidana terhadap Trump, untuk mengesampingkan tenggat waktu. Smith tampaknya sedang berburu dengan waktu agar kasus Trump diselesaikan sebelum pelantikannya pada Januari 2025. Pasalnya, setelah menjabat di Gedung Putih, Trump bisa menggunakan pengaruhnya untuk membatalkan kasus federal yang menjeratnya.
Namun jaksa menilai, penundaan penuntutan diperlukan untuk memberi waktu kepada pemerintah guna mempelajari kondisi yang belum pernah terjadi sebelumnya ini serta menentukan tindakan yang tepat untuk kedepannya tanpa melanggar aturan atau kebijakan Departemen Kehakiman.
Baca Juga
Pidato Perdana Pasca-Pilpres Amerika, Biden Janji Serahkan Jabatan ke Trump dengan Damai
Sumber pejabat yang mengetahui perkembangan masalah ini mengatakan kepada Reuters pada 6 November, Departemen Kehakiman sedang membahas cara untuk mengakhiri kasus pidana tersebut saat Trump bersiap untuk kembali ke Gedung Putih. Pelantikan presiden AS akan digelar pada 20 Januari 2025.
Baca Juga
Prabowo Ucapkan Selamat ke Donald Trump usai Menangi Pilpres AS 2024
Trump, dalam sidang pada 2023, mengaku tidak bersalah atas empat dakwaan pidana yang menuduhnya berkonspirasi untuk menghalangi pengesahan kemenangan Joe Biden dalam Pilpres AS 2020.
Dia dituduh menghasut para pendukungnya untuk membatalkan pengesahan kemenangan Biden oleh Kongres di Gedung Capitol, Washington DC pada 6 Januari 2021.