YOGYAKARTA, iNews.id - Kisah Batik Riyanti dari sebuah toko di sudut Jalan Malioboro, Kota Yogyakarta menapakkan kakinya di runway New York Fashion Week sungguh menginspirasi.
Batik Riyanti dirintis 18 tahun silam oleh Angelina Riyanti, seorang pengusaha batik yang berasal dari keluarga pebisnis retail di Yogyakarta. Berbekal kecintaan pada budaya dan pengalaman panjang dalam dunia toko fisik, Angelina membuka gerai di Kawasan wisata Malioboro yang jadi jujugan wisatawan dan pecinta batik.

Baca Juga
Dua Pembalap Pertamina VR46 Kegirangan Dikasih Batik Indonesia
Sang putra, Aditya Suryadinata, mengambil tongkat estafet usaha ini. Berbekal pendidikan teknik sipil di Bandung dan gelar magister dari London, Aditya membawa perspektif baru. Di luar negeri, ia melihat bagaimana belanja online menjadi kebiasaan. Ketika kembali ke Indonesia, ia pun terpikir menjual batik secara online.
Aditya pun memulai dari nol. Satu karyawan, satu komputer, dan promosi lewat Facebook. Saat itu, gaji karyawan Rp1 juta, sementara omzet bulanan hanya Rp700.000. Namun perlahan, dengan hadirnya marketplace dan perubahan perilaku belanja masyarakat, langkah digital Batik Riyanti mulai mendapat angin. “Kami salah satu pionir batik yang masuk ke ranah online,” ujar Aditya.
Baca Juga
Batik Batang di Simpang Jalan
“Dulu batik itu identik dengan RT, Lurah, dan acara formal. Kami ingin batik bisa dipakai meeting, ngopi, bahkan liburan,”tutur Aditya saat menceritakan transformasi batik Riyanti.
Transformasi Desain dan Pasar
Dari batik soga dan motif klasik yang sering diasosiasikan dengan gaya ibu-ibu, Batik Riyanti mulai mendesain koleksi yang lebih kekinian. Mereka menggabungkan batik dengan siluet modern, hingga menciptakan konsep couple dan family wear.
Kini, batik dari Riyanti bisa dipakai anywhere, anytime. Desain dikerjakan oleh tim kreatif bersama istri Aditya. Mereka tidak hanya menjual kain, tetapi produk jadi yang siap pakai. Mayoritas batik yang dijual adalah hasil printing,pilihan strategis untuk pasar online yang sangat visual.
“Batik tulis itu mahal dan sulit dijual ke pembeli pertama. Tapi yang penting mereka suka dulu. Setelah itu baru bisa dikenalkan ke batik tulis,” katanya.
Pandemi Covid-19 menjadi titik balik. Toko fisik sempat tutup selama enam bulan, tapi justru di masa inilah penjualan online melonjak tajam. Batik Riyanti aktif di semua platform, memanfaatkan live shopping dan program paylater.
Editor: Kastolani Marzuki