JAKARTA, iNews.id - Larangan memotong kuku dan rambut bagi shohibul kurban merupakan salah satu amalan penting yang dianjurkan dalam Islam selama sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Shohibul kurban adalah orang yang berniat dan akan melaksanakan ibadah kurban pada Hari Raya Idul Adha.
Pada masa ini, shohibul kurban diwajibkan menahan diri dari memotong kuku dan rambutnya hingga hewan kurban disembelih sebagai bentuk kesungguhan dan ketaatan kepada Allah SWT.

Baca Juga
Tafsir Surat Al Mulk Ayat 27 : Wajah-wajah Kaum Kafir di Hari Kiamat Sudah Dekat
Larangan Memotong Kuku dan Rambut Bagi Shohibul Kurban
Dalil Hadis Shahih Tentang Larangan Memotong Kuku dan Rambut
Diriwayatkan dari Ummu Salamah Radhiyallahu ‘anha dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda.
إِذَا دَخَلَتِ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّي فَلَا يَمَسَّ مِنْ شَعْرِهِ وَلَا بَشَرِهِ شَيْئًا حَتَّى يُضَحِّي
Baca Juga
1 Dzulhijjah 2025 Jatuh pada Tanggal Berapa? Berikut Jadwal Puasa Sunnah dan Idul Adha
"Apabila sepuluh hari pertama Dzulhijjah telah masuk dan seseorang di antara kalian hendak berkurban, maka janganlah menyentuh rambut dan kulitnya sedikitpun sampai selesai berkurban." (Riwayat Musim)
Hadis ini menegaskan bahwa shohibul kurban tidak diperbolehkan memotong atau mencabut rambut dan kukunya selama masa tersebut, sebagai bentuk penghormatan dan penghambaan kepada Allah.

Baca Juga
Khutbah Jumat Akhir Bulan Dzulhijjah: Menyambut Tahun Baru Islam 1446 H
Hubungan Larangan dengan Ayat Al-Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 196
Larangan ini juga sejalan dengan perintah Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 196 yang menyinggung tata cara penyempurnaan ibadah haji dan umrah, termasuk aturan terkait rambut dan hewan kurban. Berikut bunyi ayat tersebut dalam bahasa Arab dan terjemahannya:
وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ ۚ فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ ۖ وَلَا تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّىٰ يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ ۚ فَمَن كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ بِهِ أَذًى مِنْ رَأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِنْ صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ ۚ فَإِذَا أَمِنْتُمْ فَمَن تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ ۚ فَمَن لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ ۗ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ۗ ذَٰلِكَ لِمَنْ لَمْ يَكُنْ أَهْلُهُ حَاضِرِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
"Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah. Tetapi jika kamu terkepung (oleh musuh), maka (sembelihlah) hadyu yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu sebelum hadyu sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antara kamu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu dia bercukur), maka dia wajib berfidyah, yaitu berpuasa, bersedekah atau berkurban. Jika kamu aman, maka barang siapa yang melakukan umrah sampai haji, maka sembelihlah hadyu yang mudah didapat. Barang siapa tidak mendapatkannya, maka berpuasalah tiga hari saat haji dan tujuh hari ketika kamu pulang. Itulah sepuluh yang sempurna. Demikian itu bagi orang yang keluarganya tidak berada di sekitar Masjidil Haram. Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksa-Nya."
Ayat ini mengandung perintah agar jamaah haji tidak mencukur rambut kepala mereka sebelum hewan kurban sampai di tempat penyembelihan, kecuali dalam kondisi tertentu seperti sakit atau terhalang. Hal ini menunjukkan pentingnya menahan diri dari memotong rambut sebagai bagian dari kesempurnaan ibadah dan ketaatan kepada Allah. Larangan memotong kuku dan rambut bagi shohibul kurban dapat dipahami sebagai bagian dari adab dan tata cara ibadah yang serupa, yaitu menjaga kesucian dan kesungguhan ibadah kurban yang juga merupakan ibadah mendekatkan diri kepada Allah.
Pendapat Ulama Mengenai Larangan Ini
Para ulama memiliki beberapa pandangan terkait hukum larangan memotong kuku dan rambut bagi shohibul kurban:
- Sebagian ulama, seperti Imam Ahmad dan sebagian ulama Syafi’i, berpendapat larangan ini bersifat haram sampai penyembelihan kurban dilakukan.
- Sebagian ulama Malikiyah dan Hanabilah menganggapnya makruh, bukan haram, sehingga lebih kepada anjuran meninggalkannya demi kesempurnaan ibadah.
- Imam Hanafi berpendapat bahwa memotong kuku dan rambut dalam masa ini adalah mubah (boleh), tidak berdosa.
- Meski berbeda pendapat, mayoritas ulama menyarankan agar shohibul kurban meninggalkan memotong kuku dan rambut selama sepuluh hari pertama Dzulhijjah sebagai bentuk penghormatan dan kesungguhan dalam menjalankan sunnah Nabi Muhammad SAW.
Ruang Lingkup dan Ketentuan Larangan
Larangan ini berlaku khusus bagi shohibul kurban, yakni orang yang berniat dan membayar hewan kurban. Larangan mencakup semua bagian kuku dan rambut, termasuk rambut kepala, kumis, bulu ketiak, dan bulu kemaluan. Shohibul kurban harus menahan diri dari memotong, mencabut, atau menghilangkan rambut dan kukunya dengan cara apapun mulai tanggal 1 Dzulhijjah sampai hewan kurban disembelih.
Jika seseorang baru berniat berkurban setelah awal Dzulhijjah, maka sejak saat itu ia wajib meninggalkan memotong kuku dan rambut sampai penyembelihan dilakukan.
Hikmah dan Manfaat Larangan Memotong Kuku dan Rambut
Larangan ini memiliki hikmah spiritual yang dalam. Menurut Imam An-Nawawi, menjaga kuku dan rambut selama sepuluh hari awal Dzulhijjah adalah bagian dari kesucian diri yang menyelamatkan shohibul kurban dari siksa api neraka. Ibadah kurban adalah sarana penyelamatan dari neraka, dan larangan memotong kuku dan rambut memperkuat nilai ibadah tersebut.