MALANG, iNews.id – Nama Gunung Kawi selama ini identik dengan mitos pesugihan dan praktik spiritual yang kerap dikaitkan dengan dunia mistis. Namun, di balik aura angkernya, gunung setinggi 2.551 meter di atas permukaan laut ini menyimpan sejarah panjang sebagai pusat spiritual dan budaya sejak masa Kerajaan Kediri, bahkan jauh sebelum mitos pesugihan dikenal luas.
Menurut sejarawan Malang, Suwardono, Gunung Kawi sudah menjadi bagian penting dari peradaban Jawa kuno. Jejak ini tercatat dalam naskah kuno Pararaton, yang menyebutkan bahwa kawasan di sekitar Gunung Kawi, terutama lereng-lerengnya sudah dihuni sejak abad ke-12 oleh para pendeta dan pemuka agama Hindu-Buddha.

Baca Juga
Gaikindo Sebut Penjualan Mobil di Indonesia Bisa Tembus 3 Juta Unit, Ini Syaratnya
Warisan Spiritual Era Kerajaan Kediri
Di masa Kerajaan Kediri, gunung-gunung dianggap sebagai tempat suci tempat pertapaan dan pemujaan para spiritualis. Gunung Kawi, dengan letaknya yang strategis dan suasana alamnya yang tenang, dipercaya menjadi salah satu pusat aktivitas religius. Kawasan seperti Ngantang, Selobrojo, dan Sirahkencong dulunya merupakan titik-titik penting tempat berdirinya padepokan dan asrama kependetaan.

Baca Juga
Menjajal 2 Mobil Listrik Bertenaga Buas BYD Seal dan Sealion 7 di Sirkuit Mandalika, Begini Performanya
“Di daerah Selobrojo, yang kini masuk wilayah Desa Banjarejo, Kecamatan Ngantang, dulu ada permukiman pendeta. Bisa dikatakan seperti pondok pesantren di zaman sekarang,” ungkap Suwardono.
Hal ini diperkuat dengan temuan Prasasti Hantang, peninggalan dari masa pemerintahan Raja Jayabaya, yang ditemukan di wilayah Ngantang. Prasasti ini menandakan adanya sistem administrasi dan keagamaan yang sudah mapan di wilayah sekitar Gunung Kawi, bahkan sebelum pengaruh Islam masuk ke Tanah Jawa.

Baca Juga