Semarang, Infojateng.id – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah serius mengembangkan Energi Baru Terbarukan (EBT).
Realisasi pada 2024 bauran EBT di Jateng telah mencapai 18,58 persen, dari target 21,32 persen pada 2025.
Mengejar target itu, semua pihak dilibatkan, mulai dari perusahaan, pemuda, hingga pemerintah desa, untuk menggunakan energi ramah lingkungan.
Hal itu terungkap saat ajang “Central Java Youth Sustainability Forum 2025“, di Legacy Hall, Kota Semarang, Sabtu (3/5/2025).
Kegiatan yang diikuti oleh 350 peserta itu bertujuan untuk mengubah pola pikir dan perilaku mengenai penggunaan EBT, yang selama ini dianggap susah dan mahal.
Asisten Ekonomi dan Pembangunan Sekda Jateng, Sujarwanto Dwiatmoko mengatakan ajang CJYSF 2025, mengikutsertakan pemuda dan pemerintah desa, juga sektor swasta, dalam pembangunan berkelanjutan.
Menurutnya, hal ini selaras dengan tagline “Ngopeni lan Nglakoni” Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi.
“Bagian ini adalah cara kita mengejar, membuat kesadaran (mindset) orang bahwa Energi Baru Terbarukan memang dibutuhkan orang juga penting,” ujar Sujarwanto, seusai acara.
Dia menambahkan, kini di Jateng juga telah banyak sektor industri yang mengonsumsi energi terbarukan, seperti panel surya.
Selain memenuhi permintaan konsumen, juga karena produsen panel surya telah berproduksi di kawasan industri Kendal dan Demak.
Selaras, Kepala Dinas ESDM Jateng, Boedyo Dharmawan menyampaikan, kegiatan tersebut sekaligus upaya mendukung program Net Zero Emission 2060.
“Ini penting, transisi energi kita sosialisasikan ke seluruh masyarakat, untuk mengubah sikap perilaku menuju energi hijau, berkelanjutan, dan terbarukan, sebagai pengganti energi fosil. Di tangan kaum muda, nantinya mengenal memberi edukasi dan berkontribusi nyata,” urainya.
Sementara Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa mengatakan, Jateng juga tidak lepas dari perubahan iklim. Ini ditandai dengan rob di pesisir utara Jawa, hingga cuaca tak menentu yang berpengaruh pada pola tanam.
Karenanya, Fabby mengajak generasi muda untuk berkontribusi, dengan terus belajar dan mengembangkan keterampilan berbasis ramah lingkungan. Juga, menjadi “pendengung” agar energi hijau kian akrab di telinga masyarakat.
Bangun Infrastruktur EBT
Catatan Dinas ESDM Jateng, tingkat bauran EBT hingga akhir 2024, telah mencapai 18,58 persen dari target 21,32 persen pada 2025.
Sejumlah infrastruktur EBT telah dibangun, di antaranya pembangkit listrik mikro hidro sebesar 6 megawatt, pembangkit listrik mini hidro 31 megawatt, dan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) 322 megawatt.
Adapula pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) sebesar 46 megawatt, pemanfaatan biogas dengan kapasitas sebesar 40.000 meter kubik.
Selain itu ada pembangkit listrik dari sampah (PLTSa) sebesar 5 megawatt. Jateng juga memiliki pembangkit listrik panas bumi sebesar 60 megawatt.
Di samping itu, dalam upaya transisi penggunaan bahan bakar fosil ke energi bersih, di Jawa Tengah telah ada sebanyak 13.778 unit kendaraan listrik. Terdiri dari 11.773 unit roda dua dan 2005 unit roda empat, dengan 247 Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum atau SPKLU se-Jateng.
Pada kesempatan itu, juga diberikan penghargaan kepada Desa Mandiri Energi, yakni Desa Karangpakis, Kecamatan Nusawungu (Cilacap) dengan EBT Biogas, Desa Genengsari, Kecamatan Polokarto (Sukoharjo) dengan EBT Biogas, dan Desa Polosiri, Kecamatan Bawen (Kabupaten Semarang) dengan EBT PLTMH.
Adapula, penghargaan sekolah hemat air pada SMAN 8 Semarang, dan PT Industri Jamu dan Farmasi.
Selain itu diberikan penghargaan pada usaha pertambangan yang menerapkan Good Mining Practice, di antaranya PT Semen Indonesia (Terbaik I skala besar) dan CV Mukong (Terbaik I skala kecil).
Kasi Kesejahtaraan Desa Karangpakis, Kecamatan Nusawungu, Risman mengatakan, EBT biogas di kampungnya memberi kemanfaatan pada 36 kepala keluarga.
Ia menyebut, dari 400 ekor ternak sapi milik warga, kini bisa diberdayakan untuk menghasilkan energi ramah lingkungan dan lebih murah.
“Sekarang sudah 36 keluarga yang pakai. Dipakai untuk gas (masak) kemudian pupuk dan penerangan. Lebih hemat, kalau dulu sebulan untuk warga bisa pakai 2-3 tabung gas, sekarang cuma iuran Rp20 ribu sebulan. Keuntungan lainnya, sudah tidak ada bau kotoran sapi,” pungkas Risman. (eko/redaksi)