Semarang, Infojateng.id – Dewan Pengurus Daerah (DPD) Asosiasi Perumahan Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra) Jawa Tengah melakukan audiensi dengan Gubernur Jawa Tengah di ruang kerjanya, Senin (15/9/2025).
Pertemuan ini membahas berbagai kendala pembangunan perumahan, khususnya terkait program nasional 3 juta rumah yang dicanangkan Presiden.
Ketua DPD Himperra Jateng, Sugiyatno, mengatakan, saat ini backlog perumahan masih cukup tinggi.
Disebutkan, dari 524 developer yang tergabung, Himperra menargetkan percepatan pembangunan rumah subsidi, namun masih menemui sejumlah hambatan di lapangan.
“Kami mohon dukungan Bapak Gubernur agar ada percepatan dalam perizinan. Selain itu, kepala daerah juga bisa mendorong ASN untuk mengambil rumah subsidi,” ujar Sugiyatno.
Himperra juga menyoroti kebijakan pembebasan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang belum seragam antardaerah
“Di Solo Raya BPHTB memang sudah bebas, tetapi hanya untuk warga ber-KTP domisili setempat. Kami berharap pembebasan ini berlaku untuk seluruh warga Indonesia, agar tidak menghambat investasi,” imbuhnya.
Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Provinsi Jawa Tengah, Boedyo Darmawan, menjelaskan, saat ini sudah ada 22 kabupaten/kota yang memberikan pembebasan BPHTB. Sisanya 13 kabupaten/kota masih menambahkan syarat domisili KTP.
“Hal ini menyulitkan, karena di kawasan urban seperti Semarang, banyak MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah). Sedangkan perumahan subsidi itu biasanya di wilayah perbatasan, misalnya Kendal, sehingga terkendala aturan domisili,” jelas Boedyo.
Selain itu, pemerintah provinsi juga telah mulai melakukan pendataan ASN bersama BKD kabupaten/kota.
Dari hasil sementara, terdapat sekitar 13 ribu pegawai pemerintah baik ASN maupun P3K yang berpotensi menjadi target pasar rumah subsidi.
“Namun sosialisasi dan mekanisme pembiayaan masih perlu kita bahas lebih lanjut,” imbuhnya.
Adapun terkait permasalahan backlog, Dinas Perakim Jawa Tengah telah mengidentifikasi permasalahan backlog baik dari sisi kepemilikan maupun kelayakan.
Backlog kelayakan: sedang ditangani melalui anggaran APBD provinsi maupun kabupaten/kota. Backlog kepemilikan: difasilitasi melalui program FLPP bagi masyarakat berpenghasilan rendah serta program relokasi bagi korban bencana.
“Kebijakan fiskal berupa pembebasan BPHTB juga sudah didorong untuk mempercepat kepemilikan rumah. Namun tetap perlu ada rapat koordinasi dengan kabupaten/kota karena kewenangannya ada di mereka,” jelas Boedyo dalam wawancara.
Direktur Utama Bank Jateng, Irianto, menyampaikan, mereka sudah menyalurkan pembiayaan dari Tapera senilai Rp 108 miliar kepada hampir seribu nasabah. Sementara untuk tahun 2025, telah terealisasi Rp 41 miliar bagi 260 orang.
“Dari jumlah itu, baru 90 orang ASN yang terfasilitasi, sisanya adalah swasta. Kami tetap berkomitmen mendukung,” jelas Irianto.
Dalam kesempatan tersebut, Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi menegaskan, perlunya sinergi antarpihak untuk menyelesaikan backlog perumahan. Ia mendorong agar segera dilakukan workshop dan rapat koordinasi.
“Nanti kita buat workshop, undang Bupati Wali Kota sekalian Dinas Perakim kabupaten/kota, Himperra, perbankan, juga pihak terkait seperti PLN dan BPN. Kita sudah mendapat penghargaan dari Menteri Perumahan, jangan sampai justru kinerjanya terhambat karena perizinan,” tegas gubernur.
Menurutnya, meskipun kewenangan perizinan ada di kabupaten/kota, namun koordinasi di tingkat provinsi tetap bisa dilakukan.
“Kalau sifatnya koordinasi kan boleh. Nanti kita buat rakor pemerintahan agar ada kepastian,” tandasnya. (eko/redaksi)