Zakat Bukan Sekadar Bantuan tapi Sistem Ekonomi Islam yang Pengelolaannya Harus Sampai Desa

4 hours ago 4

Aan Zainul Anwar
Dosen Unisnu Jepara/Kepala Cabang NU Care Lazisnu Jepara

ZAKAT seringkali dipahami secara sempit oleh sebagian masyarakat sebagai bentuk bantuan karitatif semata, sebuah tindakan memberi kepada yang membutuhkan. Meskipun aspek kemanusiaan ini benar adanya, membatasi makna zakat hanya pada level tersebut berarti mengabaikan potensi besarnya sebagai salah satu pilar utama dalam sistem ekonomi Islam. 

Gawat, Zionis Israel Ingin Rebut Total Jalur Gaza!

Baca Juga

Gawat, Zionis Israel Ingin Rebut Total Jalur Gaza!

Zakat, pada hakikatnya, adalah sebuah mekanisme terstruktur yang dirancang untuk mencapai keadilan sosial dan pemerataan ekonomi, yang pengelolaannya menuntut kehadiran institusi yang kuat (negara) dan terpercaya hingga ke level akar rumput, yakni desa/kelurahan.

Pandangan zakat sebagai sistem ekonomi ditegaskan oleh banyak pakar. Yusuf Qardhawi, dalam Fiqh az-Zakat, menekankan bahwa zakat bukanlah sekadar sedekah sukarela, melainkan kewajiban terstruktur dengan nisab, haul, kadar, dan sasaran distribusi (asnaf) yang jelas, menjadikannya instrumen fiskal unik dalam Islam. Sehingga zakat berfungsi sebagai instrumen redistribusi kekayaan yang sistematis untuk mengurangi kesenjangan dan memenuhi kebutuhan dasar kelompok rentan.

Di Indonesia, amanah pengelolaan zakat secara institusional diemban oleh BAZNAS, BANZAS Provinsi, BAZNAS Kabupaten, BAZNAS Kota, dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang mendapat izin resmi. Keberadaan institusi ini krusial untuk memastikan profesionalitas, akuntabilitas, dan efektivitas pengelolaan zakat. 

Keberadaan BAZNAS sebagai amil yang dibentuk negara tidak cukup hanya berada pada level kabupaten/kota, namun perlu hingga level desa/kelurahan. Oleh karena itu, Pasal 16 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 disusun untuk mengakomodir pengelolaan zakat hingga ke level desa melalui pembentukan UPZ.

Menurut saya, ini adalah langkah yang amat tepat. Hal ini karena desa merupakan kantong kemiskinan sekaligus basis masyarakat agraris di Indonesia. Potensi zakat, baik dari hasil pertanian maupun dari para muzakki yang tinggal atau berasal dari desa, seringkali belum tergarap optimal oleh lembaga resmi. Di sisi lain, mustahik di perdesaan membutuhkan akses yang mudah dan terpercaya terhadap hak mereka.

Berangkat dari hal itu pula saya tertarik menulis disertasi doktoral tentang zakat pertanian di salah satu desa di Kabupaten Demak, Jawa Tengah, yaitu Desa Jatisono yang pengelolaan zakatnya oleh UPZ BAZNAS mampu menghimpun 45-50 ton gabah atau setara dengan Rp300 juta lebih per tahun untuk satu jenis zakat, yaitu pertanian. 

Contoh best practice lain adalah keberadaan UPZ Desa Maparah di Kabupaten Ciamis yang berhasil menghimpun rata-rata dana zakat masyarakat sekitar Rp28 juta per bulan atau Rp336 juta setiap tahun untuk berbagai jenis zakat dengan berbagai program pemberdayaan seperti istana anak yatim dan pemberdayaann UMKM Desa. 

Kita membayangkan setiap desa di Indonesia mengelola zakat sebesar Rp300 juta per tahun, maka potensi zakat sebesar Rp327 triliun bukan suatu yang mustahil terealisasi, maka mampu menjadikan kemiskinan di desa tidak ada lagi. Sehingga, saya heran, dan mungkin pembaca juga heran, ketika ada segelintir orang yang berupaya menghapuskan peran, fungsi, dan keberadaan BAZNAS pada tingkat provinsi, kabupaten, hingga grassroots tingkat desa dengan UPZ-nya, menuntut dihapuskan dari UU zakat melaui Mahkamah Konstitusi (MK). Padahal UPZ di berbagai desa telah memberikan bukti nyata melalui berbagai program pemberdayaan masyarakat di pedesaan. 

Maka, berdasarkan fenomena tersebut justru saya berharap, dan kita semua berharap, keberadaan BAZNAS perlu diperkuat hingga level desa/kelurahan dan tentunya bersinergi dan berkolaborasi dengan berbagai pihak termasuk LAZ resmi yang memiliki basis masa pada akar rumput seperti LAZISNU, LAZISMU, dan LAZ ormas lainnya.

Penguatan Peran UPZ BAZNAS

Keberhasilan UPZ BAZNAS Desa Jatisono dan UPZ Desa Maparah dalam mengelola zakat tidak lepas dari peran berbagai pihak. UPZ sebagai unit amil dari institusi amil negara dibentuk oleh kepala desa dan disahkan sebagai amil resmi oleh BAZNAS Kabupaten setempat. Peran kepala desa sebagai pimpinan masyarakat suatu desa memiliki peran besar dalam keberhasilan penghimpunan zakat, terutama melalui surat keputusan kepala desa atau bahkan peraturan desa yang mengarahkan atau bahkan mewajibkan warganya untuk menunaikan zakat melalui UPZ BAZNAS atau LAZ resmi pada tingkat desa.

Kenapa harus ada pilihan LAZ resmi, terutama LAZ ormas? Sebab tipologi masyarakat perdesaan berbeda-beda. Bagi masyarakat yang memiliki kecenderungan terhadap ormas keagamaan, akan cenderung menunaikan melaui LAZ ormas. Bagi masyarakat yang tidak memiliki kecenderungan terhadap ormas keagamaan, dapat menunaikan zakatnya melalui UPZ BAZNAS. Kolaborasi pengelolaan zakat di tingkat desa ini akan membawa desa semakin maju dan sejahtera. Kolaborasi amil zakat resmi di tingkat desa adalah sebagai upaya memaksimalkan potensi zakat. 

Read Entire Article
Kabar Jateng | InewS | | |