JAKARTA, iNews.id - Berikut ini 3 fakta 1 Dolar AS Sentuh Rp 17 ribu adalah informasi yang sedang ramai diperbincangkan, terutama di kalangan masyarakat dan pelaku ekonomi. Nilai tukar rupiah yang jatuh hingga mencapai angka ini menimbulkan kekhawatiran tentang dampaknya terhadap perekonomian Indonesia.
3 Fakta Dolar AS Sentuh Rp 17 Ribu
1. Rekor Terendah Sepanjang Sejarah
Pada 7 April 2025, nilai tukar rupiah tercatat mencapai Rp 17.261 per dolar AS di pasar spot. Angka ini merupakan rekor terendah sepanjang sejarah, melampaui level terendah sebelumnya yang terjadi pada krisis moneter 1998 dan pandemi COVID-19 pada 2020.

Baca Juga
Indeks Harga Perdagangan Besar Alami Inflasi 0,75 Persen di Februari 2025
Pelemahan ini menunjukkan bahwa tekanan terhadap mata uang rupiah semakin besar, terutama di tengah ketidakpastian global yang terus meningkat.
Bagi masyarakat dan pelaku usaha, angka ini menjadi sinyal bahwa stabilitas ekonomi sedang diuji.

Baca Juga
Indonesia kembali Kirim Bantuan Kemanusiaan ke Myanmar, Total 1,2 Juta Dolar AS
Mengapa ini penting?
Level Rp 17.000 dianggap sebagai batas psikologis yang dapat memengaruhi kepercayaan masyarakat dan investor terhadap perekonomian Indonesia.

Baca Juga
Rupiah Nyaris Sentuh Rp16.700 per Dolar AS, Airlangga: Naik Turun Biasa Saja
Penurunan nilai tukar ini juga memperbesar risiko inflasi, terutama untuk barang-barang impor seperti bahan baku industri dan produk elektronik.
2. Penyebab Utama: Faktor Global dan Domestik
Pelemahan rupiah tidak terjadi begitu saja. Ada beberapa faktor utama yang menyebabkan nilai tukar dolar AS melonjak hingga menyentuh angka Rp 17 ribu.

Baca Juga
Loyo, Rupiah Hari Ini Ditutup Sentuh Level Rp16.611 per Dolar AS
Faktor Global
Kenaikan Suku Bunga The Fed: Bank Sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve) kembali menaikkan suku bunga acuan untuk mengendalikan inflasi domestik mereka.

Baca Juga
Rupiah Hari Ini Ditutup Merosot ke Rp16.567 per Dolar AS
Langkah ini membuat aset-aset dalam bentuk dolar AS lebih menarik bagi investor global, sehingga terjadi arus keluar modal dari negara berkembang seperti Indonesia.
Ketidakpastian Ekonomi Global: Konflik geopolitik yang
berkepanjangan, termasuk perang Rusia-Ukraina, serta perlambatan ekonomi di Tiongkok sebagai mitra dagang utama Indonesia, turut memengaruhi kestabilan mata uang negara berkembang.
Faktor Domestik
Permintaan Musiman Dolar: Menjelang Lebaran, permintaan terhadap dolar biasanya meningkat karena kebutuhan impor barang konsumsi dan pembayaran utang luar negeri.
Defisit Transaksi Berjalan: Ketergantungan Indonesia pada impor barang dan bahan baku membuat neraca perdagangan rentan mengalami defisit, sehingga menekan nilai tukar rupiah.
3. Dampak Ekonomi: Inflasi hingga
Beban Utang Membengkak
Pelemahan rupiah terhadap dolar AS memiliki dampak signifikan bagi perekonomian Indonesia, baik bagi pemerintah, pelaku usaha, maupun masyarakat umum. Berikut adalah beberapa dampak utama yang perlu diantisipasi:
a. Inflasi Barang Impor
Ketika nilai tukar rupiah melemah, harga barang-barang impor otomatis akan meningkat. Hal ini akan berdampak langsung pada kenaikan harga kebutuhan pokok yang bergantung pada bahan baku impor, seperti makanan olahan, elektronik, hingga obat-obatan.
Contoh Dampak:
Harga produk elektronik seperti smartphone atau laptop bisa naik hingga 10-15%.
Biaya produksi industri manufaktur meningkat karena bahan baku impor menjadi lebih mahal.
b. Beban Utang Luar Negeri Membengkak
Indonesia memiliki utang luar negeri dalam bentuk dolar AS yang cukup besar. Ketika nilai tukar melemah, jumlah pembayaran utang dalam rupiah otomatis akan meningkat. Hal ini dapat membebani anggaran negara dan mengurangi ruang fiskal untuk belanja publik lainnya.
Data Terkini:
Total utang luar negeri Indonesia per Februari 2025 mencapai USD 400 miliar.
Dengan kurs Rp 17 ribu per dolar AS, beban pembayaran utang bertambah signifikan dibandingkan saat kurs berada di level Rp 15 ribu.
c. Menurunnya Kepercayaan Investor
Pelemahan mata uang sering kali dianggap sebagai tanda ketidakstabilan ekonomi suatu negara. Jika kondisi ini terus berlanjut tanpa adanya langkah konkret dari pemerintah dan Bank Indonesia (BI), investor asing dapat kehilangan kepercayaan untuk menanamkan modalnya di Indonesia.