Gaya Komunikasi Agresif Menanggapi Teror Kepala Babi

2 days ago 6

Gina Fauziah, S.Sos, MI.Kom
Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Pamulang

NETIZEN Indonesia dibuat geram oleh statement Juru Bicara (Jubir) Istana Kepresidenan Hasan Nasbi terkait heboh teror kepala babi yang dihadapi Tempo, Rabu (19/3/2025) pukul 16.15 WIB.

Statement yang dia sampaikan dianggap sebagai candaan yang ternyata mendapat respons cukup kerasa di mata netizen. Pernyataan yang dilontarkan oleh seorang jubir Istana Kepresidenan dianggap sebagai respons negara terhadap rakyat dalam menjembatani isu teror tersebut. 

Idealnya, jubir bisa menjadi seorang komunikator yang dapat meredam isu melalui lisan, namun ironisnya hal yang terjadi sebaliknya. Pesan simbolik melalui kepala babi menjadi multitafsir pada beragam kalangan. 

Berdasarkan literatur yang ada, kepala babi memiliki pesan simbolik yang negatif, di antaranya kepala babi berbicara tentang ketakutan, penghinaan, bahkan kekuasaan yang tengah diuji. Di dunia jurnalistik, ancaman seperti ini sering kali dianggap menjadi sebuah peringatan bagi mereka yang menyuarakan kebenaran. Butuh keberanian dan netralitas media dalam memberitakan sebuah fakta pahit di dunia politik, Tempo salah satu di antaranya.

Dari sudut pandang strategi komunikasi adanya teror kepala babi ditafsirkan sebagai dua kemungkinan tujuan: Membuat receiver (penerima) atau korban terlihat lebih lemah. Jika kantor media sedang gencar mengungkap skandal tertentu, aksi ini bisa digunakan untuk menciptakan citra bahwa mereka sedang diserang oleh pihak  tertentu yang berkepentingan, sehingga publik semakin bersimpati terhadap mereka.

Membingkai pihak lain sebagai pelaku. Jika ada kelompok tertentu yang ingin dijatuhkan, false flag ini bisa digunakan untuk menuduh mereka sebagai dalang teror, meskipun mereka sebenarnya tidak terlibat sama sekali. Hal ini menjadi pertanyaan besar di mata khalayak sehingga berharap adanya respons tegas dari pemerintah melalui juru bicara istana.

Kalimat “dimasak saja” menjadi verbal yang di-higlihgt oleh beberapa media sebagai tanggapan Hasan Nasbi. Tak hanya itu, statement tersebut menimbulkan perasaan yang berkecamuk di mata netizen. Gaya komunikasi agresif dirasa kurang pantas untuk diaplikasikan oleh seorang juru bicara istana presiden.

Gaya komunikasi yang agresif sering kali merupakan tanda seseorang yang ingin melindungi ide dan pendapatnya sendiri, serta agar diterima oleh orang lain, bahkan jika itu mengorbankan orang lain (Salmivalli & Nieminen, 2002). Minimnya rasa empati cenderung seseorang untuk mengadopsi gaya komunikasi agresif. 

“Dimasak saja” tidak sesederhana statement yang dilontarkan di hadapan media, karena menimbulkan aneka perasaan negatif yang timbul sebagai feedback dalam komunikasi tersebut.

Setiap profesi memiliki kode etik, sama halnya dengan juru bicara yang memiliki marwah tersendiri dalam profesional menyampaikan pesan kepada khalayak. Studi komunikologi seyogyanya telah ditempuh oleh seorang jubir, terlebih jubir istana presiden. Komunikologi merupakan sebuah studi akademik, proses penyampaian dan penggunaan pesan yang memiliki dampak terhadap kehidupan lingkungan sosial.

Setiap statement yang dikeluarkan oleh seorang jubir akan memiliki dampak signifikan. Jubir itu bukan profesi pembela tindak tanduk pimpinan (menteri) dan instansinya, tapi berperan sebagai jembatan komunikasi antara instansinya dengan publik secara efektif.

Jubir merupakan represetasi dari sebuah instansi, terlebih skala nasional, dalam sebuah pemerintahan. Hasan Nasbi sebagai Kepala Komunikasi Kepresidenan Republik Indonesia merupakan salah satu Juru Bicara Tim Kampanye Nasional Prabowo Subianto–Gibran Rakabuming Raka dalam Pemilihan Umum Presiden Indonesia 2024, dianggap sebagai “hadiah” atas terpilihnya Presiden RI periode 2024-2029 karena dinilai tidak mumpuni dalam pemilihan kata saat melakukan komunikasi politik di hadapan media terkait terror kepala babi. 

Dari sekian banyak gaya komunikasi, sangat disayangkan ketika gaya komunikasi agresif menjadi pilihan seorang Jubir Istana Kepresidenan Republik Indonesia.

Dari sini kita belajar mendalami Hadist Rasulullah SAW mengenai lisan, beliau juga bersabda:

سلامة الإنسان في حفظ اللسان

"Keselamatan manusia tergantung pada kemampuannya menjaga lisan." (HR Al Bukhari). 

Wallahu a'lam.

Editor: Anton Suhartono

Read Entire Article
Kabar Jateng | InewS | | |