Mengintip Program Makan Siang Bergizi di Jepang termasuk Biaya dan Menu 

3 hours ago 1

JAKARTA, iNews.id - Jepang lebih dulu menjalankan program makan siang bergizi (Shokoiku) ketimbang Indonesia. Bahkan program ini sudah berlangsung sebelum Perang Dunia, tepatnya 1800-an di Prefektur Kanagawa.

Program makan siang bergizi di sekolah-sekolah Jepang sempat terhenti selama Perang Dunia. Namun berjalan kembali sejak 1947 setelah badan PBB UNICEF turun tangan dengan memberikan pendanaan.

BGN bakal Tambah Penerima Manfaat Makan Bergizi Gratis Jadi 2 Juta Orang

Baca Juga

BGN bakal Tambah Penerima Manfaat Makan Bergizi Gratis Jadi 2 Juta Orang

Setelah itu program makan siang bergizi terus berjalan, bahkan berkembang secara konsisten sampai saat ini.

Profesor Naomi Aiba, pakar gizi dari Department of Nutrition and Life Science Kanagawa Institute of Technology, sekaligus sosok di balik program Shokoiku Jepang, menjelaskan program makan siang bergizi di negaranya secara umum tidak gratis.

 Masalah Makan Bergizi Gratis Banyak, Jadi Sasaran Pemburu Rente

Baca Juga

Pakar: Masalah Makan Bergizi Gratis Banyak, Jadi Sasaran Pemburu Rente

Biaya dikenakan ke setiap orang tua siswa yakni sebesar 230 yen atau sekitar Rp24.500 (kurs saat ini).

"Jadi Indonesia itu hebat, karena gratis untuk semua sekolah," kata Aiba, di sela Seminar ilmiah Shokoiku: Nutrisi dan Edukasi yang digelar Yakult, di Jakarta, Kamis (13/2/2025).

Kemendikdasmen bakal Terapkan Senam Otak setelah Siswa Makan Siang, Apa Tujuannya?

Baca Juga

Kemendikdasmen bakal Terapkan Senam Otak setelah Siswa Makan Siang, Apa Tujuannya?

Dia menambahkan, angka tersebut bisa berubah bergantung pada harga bahan pokok. Dengan uang tersebut, setiap siswa mendapat nasi, daging/ikan, sup, acar, dan susu. Setiap menu sudah diperhitungkan untuk kebutuhan siswa di setiap sekolah, namun standar pemenuhan gizi tetap mengikuti panduan dari pemerintah. 

Menurut perempuan yang juga peneliti di Massachusetts Institute of Technology (MIT) itu, tidak semua wilayah Jepang mengenakan biaya kepada orang tua. Beberapa prefektur ada yang menggratiskan, bergantung pada kebijakan wilayah masing-masing.

Setiap Sekolah di Jepang Punya Dapur

Berbeda dengan Indonesia yang penyajian program Makan Bergizi Gratis (MBG) melibatkan kepada katering atau pihak ketiga, sekolah-sekolah di Jepang menyajikan makan sendiri. Hampir seluruh sekolah memiliki dapur yang mengolah makanan untuk program ini.

Menu yang disajikan dikontrol langsung oleh ahli gizi yang juga bertindak sebagai guru. 

"Kalau di Jepang, penyediaan makan siang, setiap sekolah punya dapur untuk memasak. Setiap sekolah memiliki fasilitas untuk itu, misalnya sekolah dengan 600 murid mereka menyediakan untuk 600 murid, memiliki 200 murid mereka menyediakan untuk 200 murid," kata Aiba.

Meski demikian, lanjut dia, di beberapa daerah tertentu yang penyajiannya diserahkan kepada kitchen center yang memasok untuk beberapa sekolah sekaligus.

"Misalnya untuk satu kitchen center untuk 1.000 meal (porsi) itu juga bisa. Bisa jadi 1 kitchen center untuk 10.000 porsi. Mungkin di situ nanti ada lima line fasilitas yang bisa dipenuhi," ujarnya.

Dia menekankan, sekolah yang memiliki dapur sendiri untuk mengolah makan siang bergizi tetap lebih baik dibandingkan dengan kitchen center. Ini karena bisa terjalin kedekatan antara makanan dengan setiap siswa.

"Kenapa kalau di dalam sekolah (perlu) ada dapur, ada kedekatan murid lebih terhadap makanan itu. Bisa jadi saat istirahat mereka keluar kelas bisa mencium dapur dari dalam sekolah," tuturnya. 

Makan Siang adalah Pelajaran bukan Istirahat

Di Jepang, makan siang bergizi bukan sekadar pemenuhan kebutuhan nutrisi para siswa, melainkan pembelajaran. Itulah sebabnya program ini masuk dalam jam pelajaran, bukan dilakukan waktu istirahat.

Aiba menjelaskan, jika program makan siang bergizi dilakukan seperti istirahat, para siswa tak akan memaknai program itu sebagai sesuatu yang penting. Anak-anak akan makan asal-asalan, tidak mengikuti panduan, termasuk bagaiaman mengunyah makanan dengan baik.    

Waktu untuk makan siang di sekolah selama 45 menit sama dengan satu jam pelajaran. Jika diperinci, 2 menit untuk penyajian, 25-30 menit makan siang, dan sisanya membersihkan tempat makan.

Selain itu, sebelum makan siang berlangsung, ada pelajaran yang disampaikan oleh guru gizi mengenai nutrisi atau hal lain yang terkait dengan program tersebut.

Setiap waktu, lanjut Aiba, program makan siang bergizi dievaluasi guna mencapai tujuan utama. Ada beberapa masalah yang kerap dihadapi salah satunya ada makanan yang terbuang.

Setiap permasalahan tersebut diteliti untuk dicarikan jalan keluarnya. Aiba mencontohkan, melalui penelitian ditemukan penyebab mengapa ada siswa SD yang tak menghabiskan makanan yakni ketidakserasian dalam menyantap makanan, seperti terlalu banyak memakan lauk sementara nasinya tersisa.

Editor: Anton Suhartono

Read Entire Article
Kabar Jateng | InewS | | |