Sritex Tutup Total 1 Maret 2025, 10.665 Karyawan Kena PHK Massal

2 weeks ago 15

Sukoharjo, InfoJateng.id – Kabar duka datang dari industri tekstil nasional. PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex, raksasa tekstil Indonesia yang berbasis di Sukoharjo, resmi menghentikan seluruh operasionalnya mulai 1 Maret 2025. Keputusan ini menjadi puncak dari krisis finansial yang telah menghantui perusahaan selama bertahun-tahun.

Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disperinaker) Sukoharjo memastikan bahwa seluruh karyawan Sritex telah terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) massal sejak 26 Februari 2025, dengan hari kerja terakhir jatuh pada 28 Februari 2025.

“Setelah melalui perundingan, akhirnya ada titik temu. PHK ditetapkan pada 26 Februari, tetapi karyawan masih bekerja sampai 28 Februari. Mulai 1 Maret, Sritex resmi berhenti total. Kini, seluruh aset dan proses hukum menjadi kewenangan kurator,” ujar Kepala Disperinaker Sukoharjo, Sumarno, dalam keterangannya di Menara Wijaya Setda Sukoharjo, Kamis (27/2).

Terjerat Utang Triliunan Rupiah

Kesulitan keuangan Sritex sudah tercium sejak 2021, ketika perusahaan gagal melunasi utang sindikasi sebesar USD 350 juta atau sekitar Rp 5,79 triliun (kurs Rp 16.551 per USD).

Upaya restrukturisasi utang pun dilakukan, namun langkah ini justru memicu kepanikan di kalangan kreditur. Sejumlah pihak akhirnya mengajukan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) terhadap Sritex, termasuk CV Prima Karya, Bank QNB Indonesia, PT Swadaya Graha, PT Rayon Utama Makmur (RUM), dan PT Indo Bahari Ekspress.

Digugat hingga Diputus Pailit

Pada Mei 2021, Pengadilan Niaga Semarang menetapkan Sritex dalam status PKPU, dengan total utang mencapai Rp 12,9 triliun. Gugatan ini diajukan oleh CV Prima Karya dan turut menyeret tiga anak usaha Sritex, yakni PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya.

Setelah melalui negosiasi panjang, kreditur akhirnya menyetujui rencana perdamaian (homologasi) pada Januari 2022. Namun, dua tahun berselang, Sritex kembali gagal memenuhi kewajibannya. Akibatnya, permohonan pembatalan homologasi diajukan dan berujung pada putusan pailit yang dijatuhkan Pengadilan Niaga Semarang pada 21 Oktober 2024.

Kasasi Ditolak, Harapan Sritex Pupus

Tak mau menyerah, Sritex menempuh jalur hukum dengan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Namun, upaya tersebut gagal setelah MA menolak permohonan kasasi.

Sebagai langkah terakhir, perusahaan kemudian mengajukan peninjauan kembali (PK). Sayangnya, posisi Sritex semakin terpojok setelah gugatan lain-lain yang diajukan terhadap PT Indo Bharat Rayon juga kandas di Pengadilan Niaga Semarang, dan kembali ditolak oleh MA.

PHK Massal 10.665 Karyawan, Industri Tekstil Terguncang

Puncak dari krisis ini adalah PHK massal terhadap 10.665 karyawan Sritex Group. Gelombang PHK dimulai sejak Januari 2025, dengan 1.065 karyawan dari PT Bitratex Semarang terdampak. Pada Februari 2025, jumlahnya melonjak drastis hingga 9.604 orang.

Berikut rincian PHK di masing-masing entitas Sritex Group:

  • PT Sritex Sukoharjo: 8.504 karyawan
  • PT Primayudha Boyolali: 956 karyawan
  • PT Sinar Pantja Djaja Semarang: 40 karyawan
  • PT Bitratex Semarang: 104 karyawan

Totalnya mencapai 10.665 orang yang kehilangan pekerjaan akibat bangkrutnya salah satu raksasa tekstil Indonesia ini.

Menanti Putusan Sidang Terakhir

Di tengah badai PHK massal, pihak Sritex masih menunggu hasil sidang terakhir di Pengadilan Niaga Semarang pada 28 Februari 2025. General Manager Sritex Group, Haryo Ngadiyono, enggan berkomentar banyak terkait nasib perusahaan ke depan.

“Kita tunggu hasil sidang di PN Semarang 28 Februari saja dulu,” ujarnya singkat saat dikonfirmasi pada Rabu (26/2).

Dengan tutupnya Sritex, industri tekstil nasional kembali mendapat pukulan telak. Kini, ribuan mantan karyawan menghadapi ketidakpastian, sementara sektor tekstil Indonesia harus mencari cara untuk bangkit dari krisis. (one/redaksi)

Read Entire Article
Kabar Jateng | InewS | | |