JAKARTA, iNews.id - Bagaimana hukum merayakan tahun baru menurut Islam akan diulas dalam artikel berikut. Tahun 2024 tinggal hitungan jam segera berakhir dan berganti tahun baru 2025.
Sudah lazim di masyarakat menyambut tahun baru dengan perayaan istimewa mulai dari konser musik, meniup terompet hingga pesta kembang api yang memakan biaya tidak sedikit. Laktasi, bagaimana menurut Islam merayakan tahun baru?
Baca Juga
Pesta Kembang Api Jogja Tahun Baru 2025: Rekomendasi Spot Instagramable untuk Abadikan Momen!
Hukum Merayakan Tahun Baru Menurut Islam
Hukum merayakan tahun baru Masehi dalam Islam terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. Sebagian ulama membolehkan dengan syarat tertentu, kalangan ulama lainnya mengharamkan.
Dai muda Dr Arrazy Hasyim MA menjelaskan, merayakan tahun baru itu merupakan bagian dari muamalah bukan masuk ritual ibadah maupun akidah.
Baca Juga
Car Free Night Tahun Baru di Lebak Banten, Jalan Pusat Kota Rangkasbitung Ditutup
"Ada ibadah khusus nggak dalam tahun baru. Nggak ada. Maka ketika kita melarangnya kita larang bab fikihnya. Mubazir bakar petasan, tiup terompet dan sebagainya. Merayakan tahun baru itu bukan menganut tiga agama sekaligus. Itu anggapan sangat keliru," kata dai muda Dr Arrazy Hasyim MA dikutip dari @panrita.
Dai muda yang mengkhatamkan enam kitab hadits Sahih Bukhari hingga Sunan Abu Daud itu menjelaskan, kalau melarang tahun baru, bukan masalah akidahnya namun laranglah masyarakat untuk tidak berbuat mubazir dan hura-hura.
"Ini (merayakan tahun baru) itu bab muamalah. Bukan bab akidah," ucapnya.
Kalau merayakan tahun baru disebut tasyabbuh atau menyerupai umat lain, kata dia, maka Nabi SAW adalah orang yang pertama tasyabbuh.
Dalam Kitab Bukhari disebutkan
إنَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحِبُّ مُوَافَقَةَ أَهْلِ الكِتَابِ فِيمَا لَمْ يُؤْمَرْ بِهِ
“Sesungguhnya Rasulullah saw. menyukai untuk menyamai Ahl al-Kitab dalam hal yang tidak diperintahkan (di luar masalah keagamaan),". "Apakah Nabi SAW disebut menyerupai ahli kitab? Kan tidak," ucapnya.