Hukum Ziarah Kubur Menjelang Ramadhan: Antara Tradisi dan Ibadah

4 hours ago 2

JAKARTA, iNews.id - Hukum ziarah kubur menjelang Ramadhan kerap menjadi pertanyaan umum di kalangan umat Muslim, terutama saat bulan suci semakin dekat. Tradisi mengunjungi makam keluarga dan kerabat yang telah meninggal dunia ini, menyimpan makna mendalam. 

Namun, apakah ziarah kubur menjelang Ramadhan memiliki dasar hukum yang kuat dalam Islam? Mari kita telaah lebih lanjut dalam artikel ini.

Momen Warga Ziarah Kubur jelang Ramadan di TPU Semper yang Kebanjiran

Baca Juga

Momen Warga Ziarah Kubur jelang Ramadan di TPU Semper yang Kebanjiran

Hukum Ziarah Kubur Jelang Ramadhan

Ziarah kubur merupakan sunnah yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW, berlaku bagi pria maupun wanita, asalkan dilakukan sesuai dengan tuntunan syariat Islam. Pelaksanaan ziarah kubur juga tidak dibatasi oleh waktu tertentu.


Terkait hukum ziarah kubur jelang Ramadhan, hukumnya adalah mubah (boleh), selama tidak mengandung unsur-unsur yang bertentangan dengan ajaran Islam. Contohnya, perbuatan syirik, bid'ah, atau mengganggu kekhusyukan orang yang sedang berpuasa. Ziarah kubur juga tidak boleh sampai melalaikan kewajiban-kewajiban lainnya, seperti shalat, zakat, atau puasa.

Hukum Ziarah Kubur Jelang Puasa Ramadhan? Simak Tata Cara dan Bacaan Doanya

Baca Juga

Hukum Ziarah Kubur Jelang Puasa Ramadhan? Simak Tata Cara dan Bacaan Doanya


Walaupun ziarah diperbolehkan, mengkhususkan waktu ziarah pada momen menjelang Ramadhan dan meyakini bahwa waktu tersebut adalah waktu utama untuk nyadran atau nyekar adalah kekeliruan. Hal ini karena tidak ada landasan dari ajaran Islam yang menunjukkan demikian.


Sebagaimana sabda Rasulullah SAW dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:

Doa Ziarah Kubur jelang Ramadhan 2025, Lengkap dengan Tahlil Beserta Artinya

Baca Juga

Doa Ziarah Kubur jelang Ramadhan 2025, Lengkap dengan Tahlil Beserta Artinya

لاَ تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ قُبُورًا وَلاَ تَجْعَلُوا قَبْرِى عِيدًا وَصَلُّوا عَلَىَّ فَإِنَّ صَلاَتَكُمْ تَبْلُغُنِى حَيْثُ كُنْتُمْ

"Janganlah jadikan rumahmu seperti kubur, janganlah jadikan kubur sebagai ‘ied, sampaikanlah shalawat kepadaku karena shalawat kalian akan sampai padaku di mana saja kalian berada." (HR. Abu Daud no. 2042 dan Ahmad 2: 367. Hadits ini shahih dilihat dari berbagai jalan penguat).


Dalam ‘Aunul Ma’bud (6: 23) dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan ‘ied adalah perkumpulan di suatu tempat yang terjadi berulang, baik secara tahunan, mingguan, bulanan, atau lainnya.


Ibnul Qayyim dalam Ighotsatul Lahfan (1: 190) menjelaskan bahwa ‘ied adalah waktu atau tempat yang berulang kedatangannya. Jika ‘ied adalah tempat, maka yang dimaksud adalah tempat berkumpulnya orang-orang secara terus-menerus untuk beribadah dan kegiatan lainnya. 


Seperti Masjidil Haram, Mina, Muzdalifah, dan Arafah yang dijadikan Allah sebagai ‘ied bagi orang beriman. Sebagaimana hari raya Idul Adha menjadi waktu berkumpul. Orang-orang musyrik juga memiliki ‘ied dari sisi waktu dan tempat. Setelah datangnya Islam, perayaan tersebut diganti dengan Idul Fitri dan Idul Adha, sementara tempat ‘ied digantikan dengan Ka'bah, Mina, Muzdalifah, dan Masya'ir.


Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa hadits di atas mengisyaratkan bahwa shalawat dan salam bisa sampai kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari jarak dekat maupun jauh, sehingga tidak perlu menjadikan kubur beliau sebagai ‘ied. (Dinukil dari Fathul Majid, hal. 269).

Intinya, tidak perlu menjadikan kubur sebagai ‘ied berarti dilarang mengulang-ulang ziarah ke sana secara berlebihan. Syaikh Muhammad At Tamimi rahimahullah mengatakan:

نهيه عن الإكثار من الزيارة

"Hadits tersebut menunjukkan terlarangnya memperbanyak ziarah ke kubur beliau." (Kitab Tauhid, hal. 91)


Tata Cara Ziarah Kubur yang Dianjurkan

1. Mengucapkan Salam Ketika Memasuki Area Pemakaman:

Dari Buraidah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengajarkan para sahabat untuk mengucapkan salam berikut ketika mengunjungi pekuburan:

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ لَلاَحِقُوْنَ نَسْأَلُ اللهَ لَنَا وَلَكُمُ الْعَافِيَةَ

"Salam sejahtera atas penghuni rumah-rumah (kuburan) dari kaum mukminin dan muslimin, dan kami insya Allah akan menyusul kalian. Kami memohon kepada Allah keselamatan untuk kami dan untuk kalian."

2. Tidak Mengenakan Alas Kaki di Area Pemakaman:

Dari Basyir bin Khashashiyah radhiyallahu 'anhu, suatu ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melihat seseorang berjalan di antara kuburan dengan mengenakan alas kaki. Beliau bersabda:

يَا صَاحِبَ السِّبْتِيَّتَيْنِ، وَيْحَكَ أَلْقِ سِبْتِيَّتَيْكَ» فَنَظَرَ الرَّجُلُ فَلَمَّا عَرَفَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَلَعَهُمَا فَرَمَى بِهِمَا

"Wahai pemakai alas kaki, celakalah engkau! Buanglah alas kakimu!" Orang tersebut melihat dan ketika menyadari bahwa itu adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, ia segera melepas dan membuang alas kakinya.

3.  Tidak Duduk atau Menginjak Kuburan:

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

لَأَنْ يَجْلِسَ أَحَدُكُمْ عَلَى جَمْرَةٍ فَتُحْرِقَ ثِيَابَهُ، فَتَخْلُصَ إِلَى جِلْدِهِ، خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَجْلِسَ عَلَى قَبْرٍ

"Sungguh, jika salah seorang dari kalian duduk di atas bara api hingga membakar pakaian dan kulitnya, itu lebih baik daripada duduk di atas kubur."

4. Mendoakan Mayit (Jika Muslim):

Diperbolehkan mengangkat tangan saat mendoakan mayit, namun tidak menghadap ke kuburan (melainkan menghadap kiblat).

Hal ini berdasarkan hadits dari 'Aisyah radhiyallahu ‘anha. Ketika mendoakan, hendaknya tidak menghadap kubur karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melarang shalat menghadap kuburan. Doa adalah inti dari shalat.

5. Tidak Mengucapkan Al-Hujr (Perkataan Batil):

Imam An Nawawi rahimahullah menjelaskan bahwa al-hujr adalah ucapan yang batil. Syaikh Al Albani rahimahullah menambahkan bahwa perbuatan orang awam seperti berdoa kepada mayit, meminta pertolongan kepadanya, atau meminta sesuatu kepada Allah melalui perantara mayit, termasuk al-hujr yang paling berat. Ulama wajib menjelaskan hukum Allah terkait hal ini dan memberikan pemahaman yang benar tentang ziarah yang disyariatkan.

6. Menangis Diperbolehkan, Meratapi Dilarang:

Menangis secara wajar diperbolehkan, sebagaimana Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menangis ketika menziarahi kubur ibunya. Namun, meratapi mayit dengan histeris, menampar pipi, atau merobek pakaian adalah haram.

Editor: Komaruddin Bagja

Read Entire Article
Kabar Jateng | InewS | | |