TOKYO, iNews.id - Mantan istri Presiden Soekarno, Dewi Soekarno atau Naoko Nemoto, sedang tersandung kasus hukum di Jepang. Dia didenda 3 juta yen atau sekitar Rp3,03 miliar karena memecat dua karyawannya saat masa pendemi Covid-19.
Perempuan 84 tahun itu menceritakan perjalanan kasusnya dalam kepada Friday Digital, seperti dikutip Senin (20/1/2025).
Baca Juga
11 WNI Ditangkap usai Bunuh Sesama Warga Indonesia di Jepang
Dua karyawan menggugat Dewi ke pengadilan ketenagakerjaan pada 2022.
Dewi blak-blakan menceritakan kasusnya kepada media, karena tak ada hambatan lagi dari sisi hukum untuk mengungkapnya ke publik sejak 12 Februari 2024. Peristiwa ini bermula 3 tahun lalu.
Baca Juga
Unik, PM Jepang Minta Bawa Pulang 5 Banner Penyambutannya di Istana Bogor
Kronologi Kasus Dewi Soekarno
Pada 14 Februari 2021, kata Dewi, dua karyawan Kantor Dewi Sukarno menerima email darinya berisi pemutusan hubungan kerja. Alasannya, Dewi akan melakukan perjalanan ke Indonesia.
Tak terima diberhentikan, keduanya mengajukan gugatan arbitrase ketenagakerjaan. Hal ini menandai dimulainya sengketa hukum antara Dewi dengan kedua mantan karyawan tersebut.
Baca Juga
Prabowo Ungkap Jepang Berminat Bantu Makan Bergizi Gratis, bakal Kirim Tenaga Ahli
Dewi harus ke Indonesia karena pada 3 Februari 2021 menerima kabar duka bahwa menantu laki-lakinya, Fritz, meninggal dunia.
Kepergiannya ke Indonesia karena mengkhawatirkan kondisi putrinya yang kehilangan suami di usia muda.
Dewi pun terbang ke Indonesia pada 4 Februari untuk menghadiri pemakaman Fritz. Namun, pada Februari 2021, wabah Covid-19 menyebar dengan cepat ke seluruh dunia. Indonesia saat itu melaporkan lebih dari 10.000 kasus infeksi setiap hari.
Melihat situasi ini, para karyawan Kantor Dewi Sukarno khawatir dan mempertanyakan, apakah Fritz meninggal karena Covid atau tidak. Mereka khawatir Dewi mungkin ikut terinfeksi.
Selain itu, tempat tinggal Dewi berada di gedung yang sama dengan kantor. Oleh karena itu para karyawan berupaya menghindari kontak dengannya saat bekerja.
Akibatnya, mereka mengadakan rapat dan sepakat tidak datang ke kantor atau bekerja dari rumah (WFH) selama 2 pekan sejak Dewi pulang ke Jepang.
Mereka menyampaikan recana itu kepada Dewi setelah dia pulang ke Jepang pada 12 Februari.
“Anda, apa yang Anda bicarakan? Saya bukan patogen atau semacamnya,” kata Dewi, kepada karyawan.
Tindakan para karyawan itu membuat Dewi naik pitam.
“Maaf, tapi risiko saya terinfeksi jauh lebih rendah daripada Anda semua. Kalian yang naik kereta dan bus. Aneh, Anda. Jika setakut itu, Anda tidak perlu datang. Ini merepotkan. Saya benar-benar benci, tidak nyaman seperti ini,” ujarnya.
Setelah kejadian itu, seorang karyawan membagikan informasi di grup LINE karyawan.
“Apakah perempuan ini takut Covid? Dia menyebut kita aneh karena takut, tapi saya yakin semua orang menyadari bahwa Covid bisa menjadi penyakit mematikan, jadi tidak ingin tertular adalah sentimen yang umum. Saya rasa saya tidak akan bertemu kalian semua lagi. Terima kasih atas segalanya,” bunyi pesan.