Netizen, Teks, Interaksi Medsos dan Literasi

3 weeks ago 12

Netizen, Teks, Interaksi Medsos dan Literasi

Guru Besar pada Magister Pendidikan Bahasa Inggris UMK, Prof. Dr. Drs. Achmad Hilal Madjdi, M.Pd - (infojateng.id)

Oleh Achmad Hilal Madjdi*

OPINI sederhana ini sama sekali tidak untuk menanggapi kasus Gus Miftah dan penjual es yang sebenarnya sudah diselesaikan oleh mereka berdua secara adat. Dari berbagai tayangan tabayun di antara mereka, penulis berasumsi kasus itu telah selesai karena permohonan maaf Gus Miftah dan diterimanya permohonan itu dengan legawa, riang gembira dan kekeluarga merupakan keunggulan adab dan kekerabatan bangsa Indonesia yang sangat positif.

Dalam konteks budaya, Gus Miftah dan penjual es adalah orang Jawa, teks meminta maaf sesungguhnya secara mendasar tidak mudah ditulis atau diucapkan. Uniknya, kesulitan ini kemudian menjelma menjadi sebuah budaya agung yang dipraktekkan masyarakat secara luas, khususnya dalam merayakan Idul Fitri. Mencermati betapa secara sosio-kultural masyarakat (Jawa) memiliki sedikit hambatan dalam menyampaikan permohonan maaf, padahal memohon dan memberi maaf termasuk salah satu ajaran luhur Agama, para Wali (Wali Sembilan) kemudian melakukan rekayasa sosio-kultural-agamis untuk perilaku luhur yang satu ini dalam bentuk makanan kupat (ketupat) dan lepet yang meramaikan perayaan Idul Fitri setiap tahun.

Dalam berbagai narasi, baik tertulis atau pengajian- pengajian sering disampaikan bahwa Ketupat atau kupat merupakan kependekan dari Ngaku Lepat yang artinya mengaku salah, sedangkan lepet merupakan kependekan dari Silep ingkang rapet yang berarti kubur/ lupakan dengan rapat. Dengan kata lain, kupat dan lepet memiliki makna tersirat sebagai simbol dari pengakuan dosa dan permohonan maaf. Simbolisasi pengakuan dosa dan permohnan maaf tidak saja menjadi semakin mudah dilakukan, namun juga dilakukan dengan penuh kegembiraan dan kekeluargan karena makanan itu tersaji dengan konsep saling memberi dan menerima.

Dalam teori bahasa modern, produk bahasa manusia disederhanakan dengan istiah teks, yang bisa dituturkan secara lisan (biasa disebut bahasa lisan) dan bisa dituturkan secara tertulis (biasa disebut bahasa tulis). Penuturan secara lisan dan tulis adalah cara untuk mengekspresikan produk bahasa manusia yang selama ini dipahami berisi pikiran/gagasan/ide, perasaan dan pesan yang semuanya digunakan untuk menyampaikan makna dan tujuan. Ekspresi- ekspresi inilah yang kemudian memungkinkan terjadi interaksi atau komunikasi sesama manusia.

Hal yang jamak terjadi adalah bahwa, penyampaian pesan atau tujuan tidak selalu bisa dilakukan tanpa masalah atau pesan dan tujuan tersebut tidak selalu bisa diterima dengan baik. Bisa jadi ada persoalan yang mengemuka dalam proses interaksi dan komunikasi itu karena ada dinamika keberterimaan yang dipengaruhi berbagai hal. Dinamika keberterimaan itu melahirkan asumsi atau interpretasi para pihak yang bermuara pada kesepamahaman atau ketidaksepemahaman atas sesuatu yang diinteraksikan atau dikomunikasikan.

Kesepahaman, sudah barang tentu akan menghasilkan hal-hal positif, bahkan bisa melahirkan aktivitas yang bersifat kolaboratif dan sinergis. Sedangkan ketidaksepemahaman akan membuahkan hal-hal negatif yang bisa berujung pada pertikaian, perceraiberaian suatu komunitas atau bahkan bisa lebih parah dari semua itu. Jika ini terjadi, biasanya akan muncul pihak ketiga yang secara langsung akan membantu para pihak yang mengalami ketidaksepemahaman itu untuk melakukan klarifikasi dan penyelesaian masalah secara baik-baik.

Para Pihak/Netizen dalam Dunia Medsos
Interaksi dan komunikasi pada era digital saat ini diketahui telah melompat- lari melebihi daya jangkau manusia itu sendiri. Kecepatannya tidak saja menembus dan melampaui cahaya, daya ruang dan waktu tetapi juga jumlah partisipan atau netizen yang sebarannya bukan lagi wilayah pedesaan, perkotaan atau negara, namun melintas samudra, pulau dan benua.

Read Entire Article
Kabar Jateng | InewS | | |