PB IDI Tegaskan Ukuran Celana Tidak Bisa Jadi Indikator Panjang-Pendek Umur Seseorang

4 weeks ago 38

JAKARTA, iNews.id - Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Slamet Budiarto memberikan komentar pedas terkait pernyataan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin soal ukuran celana menentukan panjang-pendek umur seseorang.

Menurut Ketum PB IDI, ukuran celana tidak bisa menjadi indikator panjang usia seseorang. Meski begitu, perut buncit memiliki risiko penyakit tertentu, salah satunya gangguan metabolik.

Kisah Sukses Sulianto Jadi Miliarder di Usia 18 Tahun, Bagikan Tipsnya untuk Gen Z

Baca Juga

Kisah Sukses Sulianto Jadi Miliarder di Usia 18 Tahun, Bagikan Tipsnya untuk Gen Z

"Pertama, kami menyayangkan pernyataan (Menkes) tersebut. Tapi kami memahami, kan beliau orang awam. Kalau beliau orang awam, ya, seperti itu, tetapi kalau orang medis, pasti nggak seperti itu," kata Budi saat dihubungi iNews.id, baru-baru ini.

Budi menjelaskan, ukuran celana tak bisa menjadi indikator untuk melihat panjang-pendek umur seseorang. Menurutnya, banyak juga kasus orang yang memiliki ukuran celana di bawah 33 meninggal lebih dulu.

Viral Menkes Sebut Pria dengan Ukuran Celana Jeans 33-34 Cepat Menghadap Allah

Baca Juga

Viral Menkes Sebut Pria dengan Ukuran Celana Jeans 33-34 Cepat Menghadap Allah

"Jadi, tidak pas beliau menyampaikan itu," ujar Budi.

Ia mengatakan, Indeks Massa Tubuh atau Body Mass Index (BMI) dipakai untuk mengukur idealnya suatu tubuh. Namun, Budi berkata, metode penghitungan tubuh ideal ini memiliki kekurangan.

Menkes Budi Gunadi Soroti Wabah Campak di AS, Sebut Sebagai Dampak Antivax

Baca Juga

Menkes Budi Gunadi Soroti Wabah Campak di AS, Sebut Sebagai Dampak Antivax

"Kelemahan BMI tidak bisa menilai apakah berat badan berlebih itu karena masa otot yang berlebih atau lemak? BMI nggak bisa. BMI juga tidak bisa menilai lemak di dalam darah, lemak jahat itu nggak bisa menilai," paparnya.

Atas dasar itu, Budi menilai pernyataan Menkes soal ukuran celana di atas 33 lebih cepat meninggal dunia terlalu berlebihan. Pasalnya, banyak faktor yang menyebabkan seseorang meninggal dunia.

Menkes Pastikan Indonesia Bukan Kelinci Percobaan Vaksin TBC

Baca Juga

Menkes Pastikan Indonesia Bukan Kelinci Percobaan Vaksin TBC

"Pernyataan ukuran celana di atas 33 cepat menghadap Allah SWT itu terlalu berlebihan, karena faktornya banyak sekali. Banyak, orang kurus yang ukuran celananya 27-28 tapi dia hipertensi atau diabetes, juga meninggal. Yang orang kurus olahragawan meninggal mendadak juga banyak," tegasnya.

"Jadi, untuk menilai orang sehat atau tidak, tidak hanya itu (ukuran celana). Kenapa dia nggak sekaligus ukuran baju? Tapi saya sangat memahami, insinyur Budi itu orang awam," pungkasnya.

Menkes Ungkap Alasan Indonesia Tertarik Jadi Tempat Uji Coba Vaksin TBC

Baca Juga

Menkes Ungkap Alasan Indonesia Tertarik Jadi Tempat Uji Coba Vaksin TBC

Bahaya Punya Perut Buncit

Pria dengan perut buncit memiliki risiko masalah kesehatan yang kompleks. Menurut Dokter Djaja Surya Atmadja, perut buncit itu salah satu tanda kemungkinan sindrom metabolik.

"Biasanya gulanya tinggi, tensinya tinggi, kolesterolnya tinggi. Tiga ini saja sudah 80% penyumbang penyakit," ungkap dr Djaja dalam tayangan Youtube X-Undercover, dikutip Jumat (16/5/2025).

 Freepik)Ilustrasi perut buncit. (Foto: Freepik)

Jika seseorang memiliki risiko sindrom metabolik, dia berpotensi mengalami penyakit jantung, stroke, dan diabetes tipe 2. Kondisi ini sejatinya bisa dicegah dengan menerapkan pola hidup sehat setiap hari.

Misalnya saja, mengurangi makanan yang berlemak dan manis, berolahraga secara rutin, berhenti merokok, dan memastikan tidur cukup dan tidak stres.

Sindrom metabolik bukan hanya bisa dilihat dari perut buncit. Orang dengan habit gampang haus, buang air kecil sering, badan gampang capek, sakit kepala, pegal-pegal, dan sesak napas juga merupakan gejala lain sindrom metabolik.

Jika Anda mengalami tanda-tanda di atas, disarankan untuk melakukan pemeriksaan medis lebih lanjut ke fasilitas kesehatan. Pemeriksaan tekanan darah, kadar kolesterol, dan gula darah secara berkala dapat mencegah Anda memiliki risiko sindrom metabolik.  

Read Entire Article
Kabar Jateng | InewS | | |