Semarang, Infojateng.id – Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maemoen (Gus Yasin) memberikan apresiasi terlaksananya Training of Fasilitator (TOF) Kesejahteraan Remaja di Pesantren yang diadakan di Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Daerah (BPSDMD) Provinsi Jawa Tengah, Rabu – Kamis (14-15/5/2025).
Disampaikan Wagub, sebagai santri, bukan hanya fisik yang kuat, tetapi mental juga harus kuat.
Salah satu hal yang biasanya membuat mental tidak kuat, antara lain persoalan bullying, terjadinya kekerasan dari fisik sampai dengan kekerasan seksual.
“Peristiwa ini rentan terjadi di setiap lembaga yang menyelenggarakan ‘boarding’, bukan hanya pondok pesantren, tetapi juga asrama, kos-kosan. Kebetulan pesantren ini jumlahnya tidak kecil. Di Jawa Tengah ada lima ribuan lebih pondok pesantren, dengan 520 ribuan lebih santri yang sudah terdaftar pada Emis Kemenag,” terang Taj Yasin usai menjadi Keynote Speech pada acara tersebut.
Lebih lanjut Taj Yasin mengatakan, tidak menutup kemungkinan Pemprov akan melakukan kegiatan serupa dengan kerjasama dengan gereja, wihara, atau lembaga agama lain yang menyelenggarakan “boarding school”.
Ia mengatakan, masih banyak pondok pesantren yang belum terdaftar dalam Emis yang merupakan sistem pendataan pendidikan yang dikelola oleh Kementerian Agama.
Melalui koordinasi dengan lembaga keagamaan, di antaranya NU, wagub mendorong agar dilakukan MoU Bersama Kemenag untuk melakukan pendampingan dalam rangka pencegahan terjadinya kekerasan.
Kepada pengelola pondok pesantren, Yasin berpesan bahwa pesantren adalah tempat untuk mengajarkan akhlak.
Namun, kata dia, saat ini muncul permasalahan yang bertolak belakang dengan ajaran akhlak.
“Pengelola pesantren harus mewaspadai, seleksi yang ketat, penjagaan bukan hanya hubungan perempuan dengan laki-laki, tetapi juga hubungan sejenis. Harus kita pahamkan bahwa ini adalah larangan,” pungkas Gus Yasin, sapaan wagub.
Pembukaan dihadiri sejumlah pihak terkait, antara lain, Kepala Perwakilan UNICEF Wilayah Jawa Ignatius Setyawan Cahyo, Plh Kabid D Pontren Kantor Wilayah Kemenag Provinsi Jawa Tengah Aini Sa’adah, Kepala DP3AP2KB Provinsi Jawa Tengah Emma Rachmawati, Ketua LPA Klaten Akhmad Syakur, dan Ketua RMI PWNU Jateng KH Ahmad Fadlullah Turmudzi.
Dalam sambutannya, Kepala Perwakilan UNICEF Wilayah Jawa Ignatius Setyawan Cahyo mengakui, lingkungan kehidupan pesantren di Jawa Tengah, sering dijadikan contoh untuk Indonesia, bahkan di dunia internasional.
Pesantren, katanya, bisa memberikan informasi sekaligus diplomasi bahwa bangsa Indonesia menghargai perbedaan dengan baik, melalui moderasi beragama.
Oleh karenanya, melihat situasi yang tidak baik-baik saja di dunia pesantren, pihaknya mendukung pemerintah Indonesia melalui Kemenag untuk menggalakkan pesantren ramah anak, serta mempromosikan moderasi beragama di internasional.
“Potret pondok pesantren ramah anak memiliki nilai universal yang bisa bipartisan dan didongengkan dan diteladani oleh internasional,” kata Cahyo, sapaan akrabnya saat menyampaikan sambutan.
Kepada wartawan usai acara, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Provinsi Jawa Tengah Emma Rachmawati menegaskan, acara yang diadakan melalui Kerjasama dengan berbagai pihak tersebut menunjukkan bahwa isu kekerasan dalam lingkup pesantren maupun ‘boarding school’ yang lain itu ada.
Namun yang terpenting adalah membangun ekosistem untuk mencegah, menangani dan memulihkan terhadap peristiwa kekerasan yang terjadi pada lembaga itu.
“Yang terpenting adalah awareness bahwa isu itu ada, mari kita tangani bersama di masing-masing tempat itu,” ujar Emma.
Salah seorang santri yang mengikuti ToF, Haiz, dari Pondok Sarang Rembang mengatakan kegiatan yang diikutinya sangat baik karena perwakilan dari pesantren bisa belajar meningkatkan pendidikan para santri.
“Kami bisa belajar apa itu pesantren yang ramah sehingga bisa membentuk pesantren ramah anak. Harapannya, ke depan program ini bisa meluas, sehingga lebih banyak lagi pondok pesantren yang mengikuti pelatihan pesantren ramah ini,” kata Haiz. (eko/redaksi)