DI tengah riuhnya dunia digital dan hiruk-pikuk konten hiburan, kanal edukatif Guru Gembul Channel kembali menyajikan renungan tajam tentang kondisi planet ini. Melalui episode ke-877 yang dirilis pada Jumat, 30 Mei 2025, sang kreator mengangkat tema yang tak lazim namun penting: ledakan populasi manusia dan dampaknya terhadap kelangsungan bumi.
Dengan gaya khasnya yang reflektif dan sedikit satir, Guru Gembul mengajak audiens menyimak data dan realita yang mengejutkan:
“Setiap menit, 200 hingga 250 bayi lahir di dunia, sedangkan yang meninggal hanya sekitar 100 hingga 110 orang. Artinya, kita sedang menyaksikan surplus penduduk yang terus terjadi—sekitar 100 juta manusia bertambah setiap tahun,” ungkapnya.
Fakta ini bukan isapan jempol. Berdasarkan data dari Worldometer, per akhir Mei 2025, populasi dunia mencapai lebih dari 8,2 miliar jiwa, naik dari 7 miliar jiwa pada tahun 2011. Proyeksi PBB memperkirakan jumlah ini akan menyentuh 9 miliar jiwa pada tahun 2037, dan 10 miliar jiwa pada 2050—ambang batas yang dianggap sebagai daya dukung maksimal bumi untuk kehidupan manusia.
Konsumsi Sumber Daya: Saat Sarapan Menguras Ekosistem
Guru Gembul menyajikan analogi sederhana, semisal sarapan satu porsi bubur ayam.
Untuk satu orang menyantap bubur ayam, dibutuhkan:
- Lahan sawah untuk menanam padi (beras),
- Perkebunan seledri, tebu, dan kedelai,
- Peternakan ayam,
- Proses industri untuk memproduksi tepung cakwe dan kecap,
- Hingga energi dan air untuk memasak.
Jika satu orang membutuhkan begitu banyak, bagaimana dengan 8,2 miliar manusia yang makan tiga kali sehari?
Menurut FAO (Food and Agriculture Organization), rata-rata manusia membutuhkan sekitar:
- 350 gram karbohidrat per hari,
- 400 gram sayuran,
- 200 gram daging atau sumber protein hewani.
Untuk itu, lebih dari 50% daratan bumi kini digunakan untuk kebutuhan manusia—baik itu untuk permukiman, pertanian, peternakan, industri, maupun infrastruktur.
Air Bersih, Krisis yang Tak Terlihat
Salah satu poin penting lainnya adalah kebutuhan air bersih.
“Air bukan hanya untuk minum dua liter per hari. Tapi juga untuk mencuci, memasak, industri, bahkan mengunggah video seperti ini pun membutuhkan air dalam prosesnya,” tutur Guru Gembul.
Menurut UNESCO, kebutuhan air rata-rata per orang per hari mencapai 70–100 liter. Namun, kurang dari 1% total air di bumi yang benar-benar layak konsumsi. Sisanya adalah air laut atau air yang terkontaminasi.
Data dari UN Water menyebut bahwa pada 2025, sekitar 1,8 miliar orang akan hidup di daerah dengan kelangkaan air absolut, dan dua pertiga populasi dunia akan mengalami tekanan terhadap sumber daya air.
Lahan Hijau yang Menipu
Guru Gembul juga menyinggung bahwa ekosistem yang selama ini kita anggap “hijau dan alami”—seperti sawah atau padang peternakan—sebenarnya adalah bentuk dari ekosistem yang telah diubah secara drastis oleh manusia.
“Sawah itu bukan ekosistem asli. Dulu di sana ada semak, hutan, berbagai jenis hewan liar. Sekarang semua diratakan, ditanami satu jenis tanaman saja: padi. Keanekaragaman hayati hilang. Ditambah dengan pestisida dan pupuk kimia yang mencemari tanah dan air,” katanya.
Menurut data WWF (World Wildlife Fund), populasi satwa liar di dunia telah menurun 69% sejak tahun 1970, sebagian besar akibat alih fungsi lahan dan ekspansi manusia.
Siapa yang Sebenarnya Mengancam Dunia?
Episode ini tidak serta-merta menyudutkan tokoh tertentu seperti Bill Gates yang kerap dikaitkan dengan agenda depopulasi oleh kalangan teori konspirasi. Guru Gembul justru menekankan bahwa persoalan ledakan penduduk bukan teori, melainkan kenyataan statistik yang bisa diakses siapa saja.
Di balik narasi yang renyah, terselip pesan serius:
“Bumi ini tidak bertambah luas, tapi manusianya terus bertambah dan terus menuntut. Kalau tidak ada kontrol, maka kehancuran ekologis hanya tinggal menunggu waktu.”
Video berdurasi hampir satu jam ini menjadi semacam alarm dini—bukan untuk menebar panik, melainkan menyadarkan kita bahwa mungkin ancaman terbesar bagi bumi… adalah kita sendiri. (*)
sumber : Klik di sini