Desain Pendidikan RA Kartini

4 hours ago 2

Oleh Achmad Hilal Madjdi*

Hampir dalam setiap peringatan Hari Kartini terungkap bahwa gerakan RA Kartini sebenarnya berawal dari kegelisahan beliau terhadap kungkungan adat dan tradisi yang kelihatannya sederhana, yaitu larangan terhadap kaum wanita untuk berinteraksi bebas secara sosial maupun edukasional di luar rumah setelah usia mencapai akil baligh. Inilah masa-masa yang dikenal dengan masa pingitan sampai kemudian wanita itu dipersunting dan menikah dengan seorang laki-laki. Masa ini dilihat Kartini sebagai ”periode yang hilang” karena hampir semua wanita yang memasuki masa pingitan kurang (jika tidak boleh dikatakan tidak) memperoleh pencerahan, baik dalam pengembangan kompetensi kepribadian, sosial, pendidikan dan terutama lagi dalam mempersiapkan diri menjadi calon ibu.

Dalam hal pendidikan untuk kaum wanita, Kartini meyakini bahwa calon ibu haruslah mendapat pendidikan yang baik karena merekalah yang kemudian akan memikul tanggung jawab berat mendidik anak-anaknya. Pada masanya yang masih begitu terbelakang, Kartini sudah melontarkan gagasan betapa pentingnya pendidikan untuk kaum wanita supaya kelak ketika mereka menjadi ibu, mereka tidak menelantarkan anaknya. Tindakan menelantarkan anak bagi Kartini adalah tindakan pembodohan anak. Ini tentu didasari dengan suatu keyakinan, bahwa ibu adalah pendidik utama dan pertama.

Desain Pendidikan Kartini

Kajian di atas menjadi semakin menarik ketika menelusuri lebih jauh tentang desain pendidikan untuk kaum wanita yang dirancang Kartini. Beberapa referensi menunjukkan betapa pemikiran Kartini dalam pendidikan untuk kaum wanita benar- benar ”out of the box”, bermakna tidak sekedar ”memberontak” terhadap tradisi dan adat feodalistik yang membelenggu kaum wanita. Dengan tujuan pertama untuk meningkatkan derajat dan martabat perempuan Jawa, disain kurikulum pendidikan yang dirancang Kartini mencakup kompetensi-kompetensi dasar, pendidikan praktis dan keterampilan kewanitaan serta pendidikan bahasa dan pemikiran modern.

Kompetensi-kompetensi dasar yang diajarkan Kartini kepada para murid perempuannya meliputi membaca, menulis, menggambar, pekerjaan tangan, memasak, dan tata krama. Pada masa itu, kemampuan membaca dan menulis bagi masyarakat pribumi pada umumnya dan kaum wanita khususnya, terasa sangat mahal. Hanya kalangan terbatas (kaum bangsawan) yang bisa memperoleh atau memiliki dan mengembangkan kemampuan baca dan tulis. Itupun konon hanya sebatas untuk memenuhi ketrampilan dasar membaca dan menulis dalam rangka menjadi pegawai rendahan di kantor-kantor atau perusahaan milik kolonialis belanda. Ditambah lagi dengan pendidikan pekerjaan tangan (kerajinan), menggambar, memasak dan tata krama, apa yang dilakukan oleh Kartini jelaslah untuk mencetak pondasi sumber daya manusia yang handal.

Namun tampaknya Kartini menyadari bahwa kualitas kaum wanita tidaklah akan bermanfaat secara maksimal jika masih memiliki hambatan berkomunikasi dan pemikiran modern atau pemikiran kritis. Maka desain lompatan yang sangat luar biasa kemudian juga dirancang dengan memberikan pendidikan bahasa dan pemikiran modern. Dalam berbagai kajian tentang sepak terjangnya itu, Kartini dinilai benar-benar melakukan perlawanan. Tidak saja terhadap belenggu adat dan tradisi, tetapi juga terhadap belenggu kejumudan yang mengindoktrinasi kekolotan atau kejumudan berpikir kaum pribumi pada umumnya, terutama kaum wanita saat itu.

Secara akademik, kualitas berbahasa seseorang memang tidak bisa dipisahkan dari kualitas berpikir (baca: berpikir kritis), di mana ilmu pengetahuan memang berkembang dan dikembangkan melalui bahasa dan sebaliknya. Melalui bahasa manusia bisa mengekspresikan pikiran, perasaan dan memverbalisasikan tindakannya. Di sisi lain, semua pemikiran manusia, baik pemikiran sadar maupun bawah sadar akan tersimpan dan terekam secara sistematis dalam otak kecil yang sewaktu-waktu bisa direproduksi kembali secara terstruktur dan sistematis pula melalui bahasa.

Jika dirujukkan dengan pendidikan kekinian, di mana hampir semua negara maju memeras otak dan sumberdayanya untuk mengeliminir peran fisik manusia (konon dengan tujuan meringankan beban hidup manusia itu sendiri), hasil-hasil pemikiran kritis saat ini justru menghasilkan produk- produk yang disinyalir suatu saat justru akan benar- benar menggeser peran manusia dalam kehidupannya. Lahirnya berbagai jenis robot dan AI dalam segala aspek kehidupan merupakan indikator yang jelas tentang betapa berhasilnya pemikiran modern manusia saat ini.

Baca Selanjutnya di Halaman 2

Read Entire Article
Kabar Jateng | InewS | | |