Temanggung, infojateng.id – – Dalam rangkaian peringatan Hari Lahir Pancasila, Pemerintah Kabupaten Temanggung melalui Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Temanggung menggelar Diskusi Publik bertajuk “Temanggung Untuk Semua: Di Bawah Naungan Pancasila, Dari Temanggung untuk Indonesia,” pada Minggu (1/6/2025) di Pendopo Pengayoman Temanggung.
Sebelum diskusi publik dimulai, kegiatan diawali dengan Deklarasi Kembali Ke Pangkuan NKRI yang dilakukan oleh sepuluh eks anggota Jemaah Islamiyah (JI) Wilayah Kabupaten Temanggung. Dalam kesempatan itu, hadir narasumber Direktur Jaringan Moderat Indonesia Islah Bahrawi, Pengasuh Ponpes Al Falah Wonosobo M. Ulil Al-Bab Djalaludin, dan Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jawa Tengah yang juga dosen Inisnu Temanggung Dr. Hamidulloh Ibda sebagai moderator.
Islah Bahrawi yang hadir sebagai narasumber, mengaku sangat terharu atas deklarasi yang telah dilakukan oleh para eks napiter sekaligus eks anggota JI wilayah Kabupaten Temanggung tersebut. Ia juga berharap mereka benar-benar mendukung, tidak sekadar kembali ke NKRI karena hakikatnya mereka tidak pernah meninggalkan NKRI.
Dalam paparannya, dijelaskan Pancasila sebenarnya memiliki akar sejarah tersendiri yang bertentangan dengan faham Jemaah Islamiyah. “Padahal, pada zaman dahulu, Rasulullah (Nabi Muhammad SAW-red), telah merumuskan Perjanjian Madinah atau Shahifatul Madinah, demi menjaga hak dan kewajiban seluruh warga negara,” kata dia.
Begitu juga kerangka besar Pancasila, kata dia, adalah untuk memayungi semua perbedaan, dan penghargaan atas harkat martabat individu. Pancasila juga menjadi jembatan penghubung dan penaung seluruh warga negara Indonesia.
Semua sudah ada takdirnya sendiri-sendiri, kata Islah, Rasulullah pun sudah sejak dahulu menjunjung tinggi toleransi. “Tidak ada gunanya berdebat tentang dalil dan tafsir kitab suci masing-masing, berarti kita menjadikan Tuhan sebagai objek sengketa,” bebernya.
Sementara itu, Pengasuh Pondok Pesantren Al Falah Wonosobo, M.Ulil Albab Djalaludin (Gus Ulil), menyebut banyak literasi dan sumber bacaan apabila seseorang ingin memiliki paham moderat dalam mengawal NKRI. Dirinya juga berpesan agar tidak ada lagi pihak yang coba mengkhianati Pancasila. dan terus menjaga api nasionalisme.
“Sistem Khilafah bukan produk Alquran maupun ajaran Nabi Muhammad SAW. Indonesia bukan tempatnya sistem tersebut. Demokrasi sudah sesuai dengan ajaran Islam. Pancasila juga sudah final,” tegasnya.
Islah pada sesi diskusi, juga menegaskan bahwa substansi Pancasila selamanya tidak pernah tergantikan karena mengandung unsur ketuhanan, kemanusiaan, keadilan, persatuan, yang menjadi penopang kehidupan manusia.
“Harus dipahami bersama, bahwa tidak ada satu aturan yang menegaskan bahwa Pancasila adalah dasar negara. Tidak ada aturan itu. Mengapa tidak ada aturan itu? Kalau ada aturan yang mengatakan bahwa Pancasila adalah dasar negara, maka aturan itu di atasnya Pancasila. Kalau aturan itu dicabut, maka Pancasila akan gugur dengan sendirinya sebagai dasar negara.
Di akhir sesi, Hamidulloh Ibda mengutip pendapat ilmuwan politik Muslim, Al-Mawardi yang menegaksan bahwa konsep politik yang tidak hanya berfokus pada kepentingan duniawi, tetapi juga mempertimbangkan aspek keagamaan dan keselamatan di akhirat.
“Intinya, berpolitik harus membawa keselamatan dan kedamaian di dunia dan akhirat. Maka, jika kita menopangkan politik kita pada Pancasila, sudah seharusnya kita membawa kedamaian, bukan menyebar fitnah, ujaran kebencian, hoaks, isu SARA, apalagi mengebom,” kata dia. (*)