Rasionalisasi Pegawai Non-ASN di RSUD Soewondo Berjalan Mulus
BUPATI Pati, Sudewo, mengambil langkah tegas dengan merasionalisasi tenaga harian lepas (THL) di RSUD RAA Soewondo. Kebijakan ini berdampak pada sekitar 289 pegawai non-ASN yang bakal dirumahkan setelah melalui seleksi kompetensi yang telah dimulai sejak 24 Maret 2025. Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya efisiensi anggaran dan peningkatan kualitas pelayanan di rumah sakit milik daerah tersebut.
Kebijakan Berani di Tengah Minimnya Respons Publik
Pemangkasan pegawai dalam jumlah besar biasanya memicu polemik dan protes, terutama dari pihak yang terdampak. Namun, dalam kasus ini, hingga saat ini belum ada gejolak yang berarti. Bahkan, jajaran legislatif dan tokoh masyarakat cenderung tidak banyak berkomentar terkait kebijakan ini.
Minimnya respons ini menimbulkan spekulasi, apakah sejak awal proses rekrutmen tenaga honorer di RSUD Soewondo dilakukan secara tidak transparan? Ada indikasi bahwa beberapa pegawai bisa diterima bekerja dengan “jalur khusus” alias endorsement dari pihak tertentu. Jika benar demikian, tentu ada biaya yang harus dikeluarkan oleh calon pegawai untuk mendapatkan posisi tersebut.
Fakta Kondisi RSUD Soewondo dan Alasan Rasionalisasi
Menurut laporan Info Jateng, kondisi keuangan RSUD RAA Soewondo memang memprihatinkan. Rumah sakit ini mengalami keterbatasan dana operasional, sehingga berdampak pada layanan kesehatan. Dari total 10 ruang operasi yang tersedia, hanya tiga yang berfungsi, sementara tujuh lainnya tidak dapat digunakan akibat kerusakan yang tak tertangani.
Selain itu, jumlah tenaga honorer yang mencapai sekitar 500 orang dinilai berlebihan dan membebani keuangan rumah sakit. Pemkab Pati menilai jumlah ideal pegawai non-ASN di RSUD Soewondo seharusnya hanya sekitar 200 orang, sehingga seleksi dan rasionalisasi pegawai menjadi langkah yang dianggap perlu.
Benarkah Ada Permainan dalam Rekrutmen Pegawai?
Salah satu pertanyaan besar yang muncul di tengah kebijakan ini adalah: mengapa para pegawai yang terdampak tidak melakukan protes besar-besaran? Apakah karena mereka tahu bahwa rekrutmen mereka sejak awal tidak sepenuhnya sesuai prosedur? Ataukah mereka lebih memilih diam karena pihak yang meng-endorse mereka masih memiliki pengaruh kuat?
Hingga saat ini, belum ada investigasi resmi yang membuktikan bahwa penerimaan THL di RSUD Soewondo dilakukan dengan cara yang tidak transparan. Namun, jika memang ada praktik semacam itu, maka kebijakan rasionalisasi ini bisa menjadi momentum untuk membersihkan sistem rekrutmen pegawai di lingkungan Pemkab Pati.
Maret 2025 akan mencatat sejarah sebagai bulan di mana Bupati Pati melakukan pemangkasan pegawai dalam jumlah besar tanpa gejolak yang berarti. Namun, pertanyaan-pertanyaan besar masih menggantung: siapa yang bermain dalam sistem rekrutmen pegawai? Mengapa legislatif tidak bersuara? Apakah kebijakan ini benar-benar akan meningkatkan pelayanan di RSUD Soewondo?
Hery Setiawan, Jurnalis Info Jateng