WASHINGTON, iNews.id - Amerika Serikat (AS) dan Iran, Sabtu (12/4/2025), menggelar perundingan nuklir di Oman. Gedung Putih memperingatkan Iran untuk mau mencapai kesepakatan atau negara itu akan menerima konsekuensi berat.
Juru Bicara Gedung Putih Karoline Leavitt mengatakan Presiden Donald Trump ingin mencegah Iran memiliki senjata nuklir.

Baca Juga
Siapa Noppajit Meen Somboonsate? Penyapu Jalanan di Bangkok yang Jadi Kaya Raya setelah Viral di TikTok
Dia menegaskan, perundingan dengan Iran digelar secara langsung, tanpa perantara.
"Ini akan menjadi perundingan langsung dengan Iran, dan saya ingin memperjelasnya," kata Leavitt, seperti dikutip dari Anadolu.

Baca Juga
Terungkap! Presiden Iran Pezeshkian Tolak Serang Israel
Dia menambahkan Trump yakin dengan diplomasi, berbicara langsung dengan Iran di ruang yang sama guna mencapai tujuan yang ditentukan AS.
Pemerintahannya juga menyiapkan semua pilihan untuk menyikapi hasil perundingan nanti, berhasil atau gagal.

Baca Juga
Gedung Putih: Tak Ada Alasan Iran Menolak Negosiasi Nuklir Langsung
Dia memperingatkan dengan tegas kepada Iran dan tim keamanan nasionalnya, Iran akan menerima konsekuensi atas pilihan yang dibuat.
"Anda bisa menyetujui permintaan Presiden Trump atau akan ada banyak hal buruk yang harus dibayar, begitulah yang dirasakan Presiden. Dia merasa sangat yakin tentang hal itu," ujarnya.
Menteri Luar Negeri (Menlu) Iran Abbas Araghchi pada awal pekan ini mengatakan kedua pihak akan bertemu untuk perundingan tingkat tinggi, namun secara tidak langsung.
"Ini merupakan kesempatan sekaligus ujian. Bola ada di tangan Amerika," kata Araghchi, di media sosial X.
Iran dan AS serta negara-negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB plus Jerman menyepakati perjanjian Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) pada 2015. Kesepakatan itu bertujuan untuk membatasi program nuklir Iran. Namun Trump di masa periode pertama pemerintahannya, tepatnya pada 2018, menarik AS keluar dari JCPOA.
Dia lalu menerapkan kembali sanksi keras terhadap Iran yang memukul perekonomian negara tersebut.
Iran meresonsnya dengan melanggar komitmennya dalam JCPOA, yakni dengan meningkatkan pengayaan nuklir di atas ambang kesepakatan. Tindakan itu justru mengundang kecurigaan AS dan Israel bahwa Iran sedang menyiapkan senjata nuklir.
Iran dan negara-negara besar dunia menandatangani perjanjian nuklir pada tahun 2015 untuk mengekang aktivitas nuklir Teheran dengan imbalan keringanan sanksi. Namun, Donald Trump menarik diri dari kesepakatan tersebut pada tahun 2018.
Iran membantah tuduhan itu seraya menegaskan program nuklirnya hanya untuk keperluan energi sipil.
Editor: Anton Suhartono