MEDIA sosial kini menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari, terutama di kalangan generasi muda. Platform ini membuka ruang ekspresi bagi siapa saja, termasuk perempuan, untuk menampilkan prestasi, gaya hidup, atau penampilan mereka. Sayangnya, kebebasan ini sering kali diiringi dengan risiko menjadi sasaran pelecehan, khususnya pelecehan seksual di dunia maya atau cyber sexual harassment.
Banyak perempuan yang secara sukarela membagikan konten pribadi mereka di media sosial, namun alih-alih dihargai, mereka justru sering dihakimi berdasarkan tampilan fisik. Foto atau video yang mereka unggah sering kali hanya dinilai dari sisi visual atau seksual, bukan sebagai ekspresi individu yang utuh. Budaya patriarki yang telah mengakar menjadikan tubuh perempuan dianggap sebagai objek milik publik, bebas dikomentari, dan dieksploitasi.
Survei yang dilakukan oleh Plan International terhadap 14.701 perempuan muda dari 22 negara mengungkap fakta mengkhawatirkan: lebih dari separuh responden (58 persen) mengaku pernah menjadi korban kekerasan di media sosial. Bentuk pelecehan ini tidak bersifat fisik, namun dampaknya nyata. Korban sering mengalami depresi, rasa takut, bahkan ingin mengakhiri hidup. Data dari platform Take Back the Tech menunjukkan, dari 1.126 kasus yang dilaporkan, pelecehan di ruang digital memberikan dampak psikologis yang serius.
Bentuk dan Dampak Cyber Sexual Harassment
Cyber sexual harassment dapat berupa komentar berkonotasi seksual, humor yang menjurus pornografi, isyarat seksual, hingga ajakan melakukan hubungan intim. Pelecehan ini tak hanya merusak kesehatan mental korban, tetapi juga memengaruhi aspek lain dalam hidup mereka, seperti pekerjaan. Banyak korban kehilangan pekerjaan karena foto atau video pribadi mereka tersebar tanpa izin.
Langkah Pencegahan dan Dukungan
Sayangnya, upaya pencegahan pelecehan di dunia maya masih sangat terbatas. Namun, ada beberapa langkah preventif yang dapat diambil untuk melindungi diri, di antaranya:
1. Mengatur privasi akun media sosial agar hanya orang tertentu yang dapat melihat konten.
2. Menggunakan kata sandi yang kuat dan mengaktifkan autentikasi ganda.
3. Menghindari membagikan data pribadi secara sembarangan di internet.
Selain perlindungan diri, peran aktif masyarakat sangat penting. Kampanye melawan cyber sexism perlu terus digalakkan untuk meningkatkan kesadaran. Warganet harus didorong untuk bertindak lebih bijak dalam memproduksi dan merespons konten di media sosial. Dukungan kepada korban juga sangat penting agar mereka merasa tidak sendirian dan berani berbagi pengalaman.
Cyber sexual harassment bukanlah masalah sepele. Ia adalah pelanggaran hak asasi manusia yang harus dihentikan. Dengan menciptakan ruang digital yang lebih aman, kita dapat membangun dunia maya yang tidak hanya mendukung kebebasan berekspresi, tetapi juga menghormati martabat setiap individu, khususnya perempuan. (*)
Oleh: Melisya Aviana PutriyantiPeserta LKK HMI Cabang Bogor 2024, Asal Cabang Semarang