TERIK matahari tak menyurutkan semangat ribuan warga yang memadati jalan-jalan Desa Kudukeras, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati, Minggu (18/5/2025) siang. Dentuman musik tradisional, derap langkah peserta kirab, dan meriahnya kostum budaya Nusantara mengiringi pelaksanaan Kirab Budaya Tumpengan dalam rangka tradisi sedekah bumi.
Tahun ini, kirab budaya mengangkat tema “Rahwana Gugur” sebagai pertunjukan utama. Namun jauh sebelum drama kolosal itu dimainkan, sorak sorai masyarakat sudah bergemuruh ketika barisan pembuka — pasukan merah putih dan iring-iringan jeep yang ditumpangi Kepala Desa Kudukeras Sunarto dan perangkat desa — mulai melintas di rute kirab.
Tiap RT tampil total, mempersembahkan atraksi seni dari berbagai daerah: ondel-ondel Betawi bergoyang lincah, pemuda berpakaian adat Papua berjalan gagah, gadis kecil dengan kebaya Jawa tersenyum malu-malu. Semuanya hadir membawa pesan yang sama: Indonesia itu beragam, dan kirab ini adalah cerminan semangat persatuan dalam perbedaan.
Salah satu penonton, Bu Sulastri (52), tampak antusias sejak pagi. “Saya senang lihat anak-anak muda mau tampil, bawa budaya dari berbagai daerah. Semoga tahun depan lebih meriah lagi,” ujarnya sembari sesekali melempar saweran kepada peserta yang lewat.
Puncak acara kirab ditandai dengan penampilan drama kolosal “Rahwana Gugur”, yang dipentaskan di lapangan desa. Adegan demi adegan menghidupkan kembali kisah epik Ramayana — dari keangkuhan Rahwana, penculikan Sinta, hingga pertarungan dahsyat antara pasukan Alengka dan Ayodya. Dentuman smoke bomb warna-warni meledak saat tokoh Rahwana akhirnya gugur di tangan Rama, menjadi penutup yang dramatis dan membekas di ingatan penonton.
Menurut Kepala Desa Sunarto, sedekah bumi bukan sekadar tradisi, tapi bentuk rasa syukur warga atas limpahan rezeki dan keselamatan selama setahun. “Kami ingin menyampaikan pesan kebudayaan sekaligus mengajak masyarakat untuk memperkuat rasa kebersamaan dan menjaga warisan leluhur,” tuturnya.
Sementara itu, Kasi Kesejahteraan Desa Kudukeras, Sukirno, menjelaskan bahwa kirab budaya tahun ini merupakan hasil gotong royong seluruh warga. “Setiap RT bergotong-royong membuat kostum, menyiapkan properti, dan berlatih drama. Kami ingin membuktikan bahwa masyarakat desa juga bisa berkarya dan menyuguhkan tontonan yang bermakna,” ucapnya bangga.
Selain kirab dan pertunjukan kolosal, rangkaian sedekah bumi di Desa Kudukeras juga diisi dengan hajatan di punden, selametan, pagelaran ketoprak, hingga jalan santai berhadiah. Semua itu bukan hanya hiburan, tapi juga simbol kebersamaan dan harapan agar desa selalu dalam lindungan Tuhan.
Kirab budaya Desa Kudukeras bukan sekadar tontonan. Ia adalah napas kolektif warga, cerita tentang syukur, tentang identitas, dan tentang semangat untuk terus merawat warisan leluhur di tengah zaman yang terus berubah. (*)
Oleh: Hery Setiawan, Jurnalis Info Jateng