Semarang, Infojateng.id – Wakil Gubernur Jawa Tengah (Jateng), Taj Yasin Maimoen (Gus Yasin) mendorong optimalisasi investasi di provinsi Jawa Tengah memiliki regulasi ramah muslim, seperti pada bidang pariwisata, hingga industri padat karya.
Dia mencontohkan, pada bidang pariwisata seperti restoran/perhotelan bisa memberi layanan informasi makanan halal (halal food), dan (non halal).
Metode seperti ini, kata Taj Yasin, telah diterapkan di sejumlah negara yang memberikan layanan pariwisata ramah muslim.
“Kalau di Indonesia bisa dijelaskan (informasi) non halal corner. Supaya jelas terkait pariwisata ramah muslim. Kalau di food court ada non halal corner, maka supaya jelas regulasinya,” kata dia saat menyampaikan arahan pada pertemuan evaluasi kinerja Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) 2024 Provinsi Jateng, di Kompleks Kantor Gubernur Jateng, Kota Semarang, Rabu (14/5/2025).
Begitupun juga, pada sektor hiburan yang masih terkait dengan pariwisata.
Taj Yasin mencontohkan, usaha karaoke, hingga berniaga minuman beralkohol supaya tidak berada di tengah perkampungan yang memicu pro- kontra masyarakat.
Lebih dari itu, pengusaha juga tidak menempatkan atau display minuman beralkohol yang mencolok terlihat dari luar.
Kemudian pada sektor industri padat karya, Taj Yasin mengaku mendapati masukan terkait fasilitas umum (fasum) tempat ibadah yang belum memadai secara kuantitas tampungannya.
Pada akhirnya para pekerja harus antre dalam beribadah, sehingga memicu keterlambatan kembali masuk bekerja.
“Permasalahan lanjutannya yang saat ini muncul yakni pemotongan gaji atau denda. Setelah saya diskusi dengan berbagai pihak, salah satu faktornya ketika istirahat siang. Karyawan muslim tidak hanya menggunakan waktu istirahat untuk makan, akan tetapi juga beribadah salat zuhur,” kata sosok pria asal Kabupaten Rembang tersebut.
Taj Yasin menekankan, bila karyawan sudah memenuhi kewajibannya dalam bekerja maka harus dipenuhi hak-haknya termasuk untuk beribadah.
Untuk itu, pemerintah termasuk kabupaten/kota harus teliti dalam menerbitkan izin mendirikan bangunan (IMB) perusahaan.
“Kalau fasilitas umum terpenuhi baru diterbitkan IMB. Itu arahannya dari Pemprov Jateng,” kata dia.
Lebih lanjut, diakui Taj Yasin, dalam metode perizinan investasi salah satunya menggunakan Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik yang terpusat yakni Online Single Submission (OSS).
Akan tetapi, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) bisa disiplin verifikasi dan validasi dalam menerbitkan izin usaha di Jateng.
“Jadi memang sebagai pemerintah provinsi mengikuti aturan yang ada di pemerintah pusat dengan diberlakukan perizinan daring Online Single Submission (OSS). Nah untuk menuju ramah muslim ini kan butuh verifikasi validasi. Sebetulnya di Pemprov Jateng sudah sesuai aturan, akan tetapi memang perlu adanya verifikasi, validasi. Kewenangan kami untuk menata itu. Sehingga kalaupun izin itu muncul secara sistematis, otomatis, maka bisa kita tahan dulu,” ujar dia.
Sosok yang akrab disapa Gus Yasin itu kemudian mendorong optimalisasi investasi dengan diskusi lintas Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait yang dipimpin DPMPTSP.
Selain kemudahan investasi, diharapkan dalam menerbitkan izin usaha harus juga melihat aspek kebutuhan dan kondisi lingkungan serta sosial masyarakat.
“Kita bisa lakukan verifikasi-verifikasi, tentu banyak hal yang disiapkan termasuk regulasinya bagaimana?” ucapnya.
Sebagai informasi, Kepala DPMPTSP Jateng, Sakina Rosellasari, mengatakan, kinerja investasi di Jateng pada triwulan I 2025 Rp21,85 triliun.
Rinciannya, penanaman modal asing (PMA) sebanyak 64% pada angka Rp14,08 triliun. Kemudian penanaman modal dalam negeri (PMDN) sebanyak 36% senilai Rp7,7 triliun.
Dari realisasi tersebut, dicatat penyerapan tenaga kerja mencapai 97.550 orang, serta penambahan jumlah proyek 20.431.
Adapun lima besar realisasi sektor investasi di Jateng, mulai dari industri tekstil (Rp2,66 triliun), industry barang dari kulit dan alas kaki (Rp2,51 triliun), industry karet dan plastik (Rp2,45 triliun), industri makanan (Rp1,97 triliun), serta perumahan, dan Kawasan industry perkantoran (Rp1,83 triliun). (eko/redaksi)