Cilacap, infojateng.id – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cilacap menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan Kantor Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) Cilacap.
Penandatanganan yang berlangsung pada Senin (23/6/2025) di Kantor Basarnas Cilacap itu terkait sinergi dalam penyelenggaraan operasi pencarian dan pertolongan.
Kerja sama ini dinilai strategis mengingat tingginya potensi dan kerawanan bencana di wilayah Cilacap.
Terletak di pesisir selatan Pulau Jawa dan berbatasan langsung dengan Samudra Hindia, Cilacap kerap menjadi wilayah rawan bencana alam, seperti gempa bumi, tsunami, banjir, serta kecelakaan laut.
Di sisi lain, Cilacap juga menjadi lokasi sejumlah objek vital nasional, termasuk kawasan industri dan energi.
Bupati Cilacap Syamsul Auliya Rachman mengatakan, keberadaan Basarnas di Cilacap sangat penting mengingat letak geografis dan kompleksitas risiko bencana yang ada.
“Ke depan, dengan semakin berkembangnya Kabupaten Cilacap, tentu potensi bencana juga akan semakin besar. Maka, dibutuhkan sinergi lintas sektor agar penanganan darurat bisa dilakukan lebih cepat dan efisien,” kata Syamsul.
Menurunya, MoU ini diharapkan tak berhenti pada seremoni semata. Ia menegaskan pentingnya tindak lanjut konkret, salah satunya melalui perjanjian kerja sama teknis antara Basarnas dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
“Pemerintah daerah tidak bisa bekerja sendiri. Kita butuh kolaborasi, baik secara teknis maupun dalam penguatan relawan,” ujarnya.
Kepala Kantor SAR Cilacap, Muhammad Abdullah, menjelaskan bahwa Kantor SAR Cilacap membawahi enam kabupaten, dengan tiga koordinator siaga, yakni di Kebumen, Banyumas, dan Brebes.
Saat ini, pihaknya membina lebih dari 20 organisasi relawan dengan jumlah anggota mencapai 1.482 orang.
“Seluruh potensi SAR akan kami sertifikasi secara menyeluruh dan berjenjang. Ini bagian dari upaya meningkatkan profesionalisme dan kesiapan personel di lapangan,” kata Abdullah.
Ia juga menekankan bahwa kerja sama ini menjadi bagian dari kepatuhan Indonesia terhadap audit internasional oleh badan dunia seperti International Maritime Organization (IMO) dan International Civil Aviation Organization (ICAO).
“Secara administratif, kerja sama SAR harus melibatkan otoritas pelayaran, penerbangan, dan pemerintah daerah. Jika tidak berjalan, bukan hanya Basarnas yang dinilai buruk, tapi juga nama baik Indonesia di forum internasional,” ujarnya.
Ditambahkan, tingginya tingkat kerawanan bencana di Cilacap tidak bisa dihadapi oleh satu lembaga saja.
Dengan keterbatasan sumber daya manusia, peralatan, serta tantangan medan yang tidak ringan, penanganan bencana memerlukan kerja sama lintas sektor.
Melalui nota kesepahaman ini, diharapkan tercipta sinergi yang lebih terstruktur dan berkelanjutan untuk memperkuat sistem tanggap darurat di wilayah selatan Jawa Tengah tersebut. (eko/redaksi)